TEMPO.CO, Jakarta - Limbah kertas sering dibuang percuma, tapi di tangan Pungky Hendro disulap menjadi karya seni tinggi. Perajin topeng Malangan ini memilih bahan baku kertas karena harganya murah. Bahan baku kayu sulit dan mahal. Alhasil, harga topeng menjadi tak terjangkau.
"Kebanyakan topeng terbuat dari kayu atau fiber," kata Pungky, Rabu, 18 November 2015.
Ide topeng berbahan kertas muncul sejak harga kayu terus melangit. Sedangkan topeng Malangan menjadi ciri khas warga Malang sekaligus kebanggaan. Topeng ini pun bisa dijadikan cendera mata ataupun digunakan untuk tari topeng, wayang topeng, juga kesenian khas Malang lainnya.
Kesenian topeng Malang merupakan kesenian yang mengangkat cerita rakyat tentang percintaan Raden Panji Asmoro Bangun dengan Putri Sekartaji. Ini berbeda dengan kesenian lain yang mengangkat epik Ramayana atau Mahabharata. Topeng Malangan biasa disajikan dalam kesenian tari, wayang orang, dan drama tari topeng.
Kertas sering dibuang percuma dan tak digunakan maksimal. Jadi Pungky memutar otak agar dapat membuat topeng dari kertas. Sejumlah eksperimen dilakoninya untuk mendapat komposisi dan bentuk topeng Malang yang pas. Kertas dihancurkan, lalu dicampur lem dan kalsium. Kemudian dicetak sesuai dengan karakter yang diinginkan.
Selain murah, keunggulan topeng berbahan kertas, kata dia, awet tak gampang pecah. Harganya pun terjangkau. Setiap karakter dijual antara Rp 10 ribu-Rp 35 ribu. Kini para pembeli juga bisa memesan karakter sesuai dengan pesanannya.
Kini, topeng berbahan baku limbah kertas mulai diburu masyarakat. Bahkan setiap bulan, Pungky harus memenuhi pesanan sampai 400 buah dengan omzet sebesar Rp 2,5 juta. Pemesan berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur dan Jakarta.
Pungky juga memperkenalkan cara pembuatan topeng kepada pelajar Sekolah Dasar. Mereka diajak membuat topeng berbagai karakter. Para siswa tertarik dan bergembira setelah bisa membuat topeng berbahan baku kertas.
EKO WIDIANTO