TEMPO.CO , Sleman - Tanaman kopi di lereng Gunung Merapi kini tinggal 100 hektar saja. Padahal sebelum erupsi 2010, ada sedikitnya 600 hektare berada di Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman.
Setiap tahun, ada pemulihan di lokasi terdampak erupsi. Pada 2014 sudah ditanami lagi seluas 60 hektare dengan penanaman sebanyak 40 ribu benih. Pada 2015, ada 10 hektar pemulihan lahan kopi di Kecamatan Pakem dan Cangkringan (Petung).
"Bagaimanapun harus ada pemulihan tanaman kopi," kata Widi Sutikno, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sleman, di Festival Kopi Merapi di Lapangan Petung, Kepuharjo, Ahad, 1 November 2015.
Jenis kopi yang ditanam di lereng Merapi itu rata-rata adalah jenis arabika. Jenis kopi ini hanya bisa ditanam di daerah dataran tinggi 1.000 meter di atas permukaan laut.
Namun di lokasi lain, seperti di Kecamatan Turi dan Pakem, ditanami kopi jenis robusta. Namun luas lahan masih kalah jauh dibandingkan dengan di Petung. Di Kecamatan Turi, lokasi lahan kopi ada di Girikerto dan Wonokerto. Sedangkan, di Kecamatan Pakem berada di Kaliurang timur.
Jumlah total lahan kopi di Sleman hanya ada 235 hektare saja. Namun setiap tahun akan ada pemulihan lahan dengan penanaman bibit kopi yang didapat dari Jember Jawa Timur.
"Untuk tanaman kopi juga harus disediakan pohon penuduh, seperti sengon dan gliricidia," kata Widi.
Denny Neilment, penyelenggara Festival Kopi Merapi menyatakan, ada sedikitnya 20 peserta yang ikut dalam acara yang menyediakan kopi gratis ini. Kopi dari berbagai daerah di Indonesia dipamerkan dan pengunjung bisa mencicipi berbagai macam kopi. Selain itu, juga ada penanaman bibit kopi sebanyak 100 pohon di Petung.
"Jika menjaga kualitas kopi, ekonomi para petani kopi juga terangkat," kata dia yang juga pemilik Kedai Kopi Espresso Bar itu.
Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia Syafruddin menyatakan, banyak macam kopi dari setiap daerah dan mempunyai ciri khas rasa yang berbeda-beda. Bahkan seperti kopi dari Gayo yang dicampur madu bisa menghasilkan rasa seperti minuman wine.
Khusus soal kopi di lereng Merapi, ia berharap kuantitasnya semakin banyak. Ia siap mengekspor kopi yang khas ini. Selain kuantitas, kualitas kopi juga harus dijaga supaya rasanya khas dan nikmat.
"Kalau kuantitasnya banyak dan kualitasnya bagus, maka siap diekspor " kata dia.
Harga kopi Merapi yang sudah siap seduh kualitas premium mencapai Rp 250 ribu per kilogram. Namun jika dijual basah hanya Rp 6.000 per kilogram.
Untuk mendapatkan kualitas kopi yang premium, dibutuhkan biji kopi yang bagus. Pemilahan biji kopi juga diperhatikan kebersihannya. Cara mengolah kopi juga mempengaruhi rasa dan harga.
MUH SYAIFULLAH