TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari LIPI Ikrar Nusa Bakti, mendukung apabila Indonesia terlibat dalam kerjasama perdagangan Asia-Pasifik Trans Pacific Partnership (TPP). "Kalau dari konstelasi internasional, kalau negara sosialis komunis seperti Vietnam saja berani masuk TPP, kenapa Indonesia yang bukan negara sosialis dan negara ekonomi terbuka tidak berani," kata Ikrar usai diskusi satu tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis 29 Oktober 2015.
Menurut Ikrar, Indonesia akan kesulitan jika tak masuk dalam blok TPP. Ikrar mengatakan, dalam Trans Pacific Patnership, banyak diimplementasikan negosiasi ekonomi. " Dan itu akan terganjal jika Indonesia bukan bagian dari TPP," ujarnya.
Ikrar meyakini bahwa Tiongkok dan negara ASEAN lain akan segera masuk ke sana. Menurutnya, dalam perdagangan internasional, setiap negara akan mendapatkan preferensi dan kemudahan, serta mendapatkan aset dan bantuan antarnegara. "Kalau misal tidak menjadi bagian dari institusi ekonomi internasional, kita akan ditinggalkan," katanya.
Meskipun demikian, Ikrar mengakui bahwa TPP mendapat tantangan dari kalangan industri. "Di AS saja masih banyak yang menentang, di dalam negeri pun pengusaha masih banyak menentang dengan asumsi belum siap dan sebagainya," kata Ikrar.
Sebelumnya, keterlibatan Indonesia dalam TPP dipenuhi perdebatan. Indonesia Global Justice menganggap TPP memberikan dampak buruk bagi perekonomian nasional dan berpotensi menghilangkan kedaulatan negara. Sebelumnya, Wakil DPR Fadli Zon menganggap masuknya Indonesia dalam TPP adalah kebijakan yang keliru.
Saat ini telah 12 negara Asia Pasifik yang tergabung dalam TPP, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Brunei, Cile, Selandia Baru, Singapuram Australia, Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru, dan Vietnam.
ARKHELAUS WISNU