TEMPO.CO, Jakarta - - Rasa syukur Fransiskus Subihardayan, 22 tahun tak henti dilakukan. Fransiskus ditemukan oleh tim penyelamat dalam keadaan hidup di danau Toba Sumatera Utara. Meskipub ditemukan dalam keadaan lemas, ia tidak terluka sama sekali akibat jatuhnya helikopter EC 130 B4 bernomor registrasi PK-BKA.
"Tidak ada luka sama sekali. Hanya punggung yang terbakar matahari," kata Frans di rumahnya di Tegal Bojan RT4/2, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Selasa, 20 Oktober 2015.
Helikopter naas itu jatuh di danau Toba pada Minggu, 11 Oktober 2015. Frans ditemukan pasa Selasa siang 13 September atau dua hari setelah hilang kontak. Bersyukur, ia ditemukan oleh tim penyelamat dalam keadaan masih hidup.
Setelah dirawat beberpa saat di puskesmas terdekat dan dirawat di rumah sakit di Medan, ia sudah pulih. Bahkan sudah pulang ke rumahnya pada Minggu malam, 18 Oktober lalu. Ia sudah bwrgabung dengan ibunya dan keluarga. Teman-teman sekolah dia juga banyak yang berkunjung. Bahkan ada karangan bunga ucapan selamat juga tertampang di depan rumahnya.
Ibunya, Fransiska Sri Handayani juga mendamping saat beberapa polisi Sektor Kalasan memintai keterangan untuk laporan. Beberapa teman sekolah di Sekolah Peberbangan juga mengunjunginya.
Frans bercerita, saat itu helikopter terhalang kabut tebal. Pilot mengarahkan bengarahkan capung besi itu ke kiri. Sekali lagi helikopter belok kiri. Tiba-tiba sudah menyentuh air danau.
Saat itu para penumpang dan pilot panik. Bahkan sang pilot terjebak sabuk pengaman. Air sudah masuk ke dalam badan helikopter. Sebelumnya ada guncangan yang sangat hebat.
Yang pertama bisa keluar dari tubuh helikopter adalah Harry Purwanto, lalu Sugianto. Sang pilot Teguh Mukyanto masih terbelit sabuk pengaman dan dibantu oleh Frans serta pakdenya yaitu Fabianus Nurharianto. Nur keluar lalu pilot. Sedangkan Frans keluar terakhir.
"Ada spon tempat duduk yang bisa dilepas dan kami berpegangan itu untuk mengapung. Lalu di sekitar itu ada enceng gondok yang besar-besar," kata Frans.
Frans melepaskan pakaian yang ia kenakan termasuk sepatu. Hanya tinggal celana pensek dan kaus oblongnya. Itu supaya tidak menambahi beban tubuh dan tidak tenggelam.
Namun, saat mereka berpegangan ada gelombang besar yang datang lalu memisakan mereka. Frans hanya berdekatan dengan Sugiyanto. Namun di keesokan malamnya, Sugiyanto justru mengatakan sudah tidak kuat. "Kami berusaha berenang supaya sampai tepi," kata dia.
Jika malam sangat dingin, berbeda dengan siang hari justru sangat panas. Kulit di punggung atas hingga mengelupas karena panas.
"Pak Sugi terlihat pasrah, dia bilang kelelahan," kata Frans.
Frans sempat berkali-kali tidak sadar. Bahkan Frans tidak tahu saat Sugiyanto sudah tidak berada di dekatnya. Selama tiga hari Frans tidak makan, hanya minum air danau. Frans juga takut mau makan daun enceng gondok karena tidak tahu apakah daun itu bisa dimakan atau tidak. "Saya hanya pasrah kepada Tuhan," kata dia.
Ternyata, kepasrahannya dijawab oleh Tuhan. Ia ditemukan selamat oleh tim Marinir. Saat ia sadar, tahu-tahu sudah berada di perahu penyelamat.
"Ini mukjizat dari Tuhan,' kata Frans yang mengaku punya pacar bernama Fransiska.
Ibunya, Fransiska Sri Handayani merasa bersyukur atas keselamatan anak semata wayangnya itu. Namun, masih ada tanpak kesedihan di raut mukanya. Sebab, kakaknya yaitu Nurharianto belum ditemukan.
Muh Syaifullah