Setelah menangkap dan menginterogasi Aidit, Yasir kebingungan, selanjutnya harus bagaimana. Aidit berkali-kali minta bertemu dengan Presiden Sukarno. Yasir tak mau. ”Jika diserahkan kepada Bung Karno, pasti akan memutarbalikkan fakta sehingga persoalannya akan jadi lain,” kata Yasir seperti dikutip Abdul Gafur dalam bukunya, Siti Hartinah Soeharto: Ibu Utama Indonesia.
Baca juga:
G30 S 1965: Benarkah Amerika Bikin Daftar Orang-orang yang Dibunuh?
EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit
Akhirnya, pada pagi buta 23 November 1965 keesokan harinya, Yasir membawa Aidit meninggalkan Solo menuju ke arah Barat. Mereka menggunakan tiga jip. Aidit yang diborgol berada di jip terakhir bersama Yasir. Saat terang tanah iring-iringan itu tiba di Boyolali. Tanpa sepengetahuan dua jip pertama, Yasir membelok masuk ke Markas Batalyon 444. Tekadnya bulat. ”Ada sumur?” tanyanya kepada Mayor Trisno, komandan batalyon.
Trisno menunjuk sebuah sumur tua di belakang rumahnya. Ke sana Yasir membawa tahanannya. Di tepi sumur, dia mempersilakan Aidit mengucapkan pesan terakhir, tapi Aidit malah berapi-api pidato.
Baca juga:
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai
Kisah Salim Kancil Disika, Disetrum, TakTewas: Inilah 3 Keanehan
Ini membuat Yasir dan anak buah marah. Maka: dor! Dengan dada berlubang tubuh gempal Menteri Koordinasi sekaligus Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara itu terjungkal masuk sumur.
SHINTA MAHARANI
Baca juga:
G30S 1965: Ini Alasan Amerika Mengincar Sukarno
G30S:Kisah Diplomat AS yang Dituduh Bikin Daftar Nama Target