TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar penduduk di Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menolak pendirian pabrik semen oleh PT Semen Indonesia. Selasa, 15 September 2015, para penolak pabrik semen itu berdemontrasi mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadu. (Baca: Kenapa Pabrik Semen di Rembang Menuai Kontroversi?)
Penolakan pabrik semen, yang diyakini oleh penentangnya bakal merusak lingkungan, ternyata membuat Joko Prianto, 32 tahun, pisah ranjang dari istrinya. Menurut Joko Prianto, sang istri mengikuti jejak kakak-kakak kandungnya--ipar Joko-- yang masuk dalam barisan pendukung pendirian pabrik semen. (Baca: Dua Surat Mbah Rono soal Pabrik Semen di Rembang)
"Saya terpaksa pisah ranjang," kata Prin, panggilannya. Warga Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang, tersebut tak mempersoalkan pilihan sang istri. Perpecahan keluarga dan konflik seperti ini, kata Prin, kini jamak terjadi di desa mereka akibat perbedaan pendapat soal pabrik semen.
Prin menolak menceritakan lebih detail soal perbedaan sikap tersebut. "Saya tidak mau bikin ramai," ujar salah satu koordinator penolak pabrik semen tersebut. Yang pasti, Prin menyatakan bakal terus menolak pendirian pabrik semen.
Pabrik PT Semen Indonesia masih dibangun di Pegunungan Kendeng Utara di Rembang. Rencananya, pabrik tersebut bakal beroperasi akhir tahun depan. Hasil investigasi majalah Tempo menunjukkan ada banyak kejanggalan dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang diajukan PT Semen Indonesia.
TIM INVESTIGASI TEMPO