TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki mengatakan para pengguna anggaran tak perlu takut salah dalam menggunakan anggaran. Menurut dia, sepanjang mereka melaksanakan fungsi penggunaan anggaran dengan semestinya. "Jangan ada niat macam-macam deh, terutama niat untuk nerima sesuatu ya, pemberian atau janji," kata Ruki di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 24 Agustus 2015.
Pejabat daerah takut membuat terobosan dalam lenggunaan anggaran karena maraknya kasus korupsi yang melibtakan pejabat daerah. Untuk itu, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa diskresi keuangan pejabat daerah tak bisa dipidana.
Menanggapi hal tersebut, Ruki memastikan aturan itu tak berarti pengendoran pengawasan. "Jadi bukan perbuatan pidananya yang ditoleransi, dalam kebijakan itu kan nggak semuanya harus sesuai dengan garis, ada hal-hal yang perlu ditoleransi," ujar Ruki.
Ia mencontohkan apabila ada bencana, namun kepala daerah tak berani mengeluarkan uang dengan alasan bertentangan dengan aturan, jadi ia tak berani. "Menurut saya ini yang salah, harusnya tak usah takut asal peruntukannya jelas," ujar Ruki.
Hari ini Jokowi bertemu dengan para gubernur, Kepala Keplisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung Prasetyo, dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Ardan Adhi Perdana.
Jokowi menekankan pentingnya serapan anggaran untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hingga bulan Agustus, serapan anggaran pemerintah baru 20 persen. Untuk itu, ia memberikan lima poin instruksi sebagai solusi untuk penyerapan anggaran.
Pertama, diskresi keuangan tak bisa dipidanakan. Kedua, tindakan administrasi pemerintahan terbuka juga dilakukan tuntutan secara perdata, tak harus dipidanakan. Ketiga, aparat dalam melihat kerugian negara harus konkret dan benar-benar atas niat untuk mencuri. Keempat, setelah BPK dan BPKP mempublikasikan temuannya, diberikan waktu 60 hari bagi instansi terkait untuk menindaklanjuti temuannya. Kelima, aparat hukum tak boleh lakukan ekspos tersangka sebelum dilakukan penuntutan.
TIKA PRIMANDARI