TEMPO.CO, Yogyakarta - Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dinyatakan mengalami musim kemarau ekstrem. "Dari hasil monitoring, Sleman sudah lebih dari 60 hari tanpa hujan," kata Tony Agus Wijaya, Kepala Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta, Kamis, 13 Agustus 2015.
Bahkan, katanya, ada satu kawasan yang selama 74 hari tanpa diguyur hujan setetes pun. "Ini masuk dalam kategori kekeringan ekstrem," ujar dia. Contohnya Dusun Dolo di Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, sudah 74 hari tidak pernah turun hujan. Kekeringan ekstrem juga melanda Dusun Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, yang tidak ada hujan selama 60 hari.
Baca Juga:
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memperkirakan musim hujan baru akan mulai sekitar akhir November 2015. “Itu pun curah hujan di bawah normal atau berkurang 15 persen dari rata-rata,” kata Tony.
Cuaca kering ini, kata dia, dipengaruhi adanya El-Nino di Samudra Pasifik Timur, tepatnya di sekitar kawasan negara Cile dan Peru. Peningkatan suhu permukaan laut berimbas pada curah hujan di Indonesia. Sebab, uap air tertarik dan terkumpul di sekitar Samudra Pasifik.
Tony mengatakan kenaikan suhu itu tidak tinggi, hanya sekitar 1-2 derajat Celsius. Namun luas samudra berpengaruh terhadap distribusi uap air di wilayah Indonesia. Akibatnya di beberapa daerah tidak turun hujan sama sekali.
Tony menyatakan El-Nino diperkirakan masih akan berlangsung hingga Desember 2015 dengan tingkat sedang. "El-Nino merupakan dampak perubahan iklim yang dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya pemanasan global dan peningkatan aktivitas di matahari," kata dia.
Dalam situasi normal, musim kemarau di Sleman terjadi pada Mei sampai Oktober. Namun kali ini diprediksi bisa mundur. “Perlu diantisipasi ketersediaan air, baik air baku maupun air yang digunakan untuk pertanian,” kata Tony.
Meski dikategorikan kemarau ekstrem, ketersediaan air untuk pertanian di Sleman masih muncukupi. “Selokan Mataram yang mengairi 10 ribu hektar sawah debitnya masih mencukupi,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman Widi Sutikno. Selokan ini membentang dari Kali Progi di bagian barat Yogyakarta hingga ke ujung timur Yogyakarta. Di beberapa tempat lahan padi diganti dengan palawija. "Karena tidak banyak butuh air."
MUH SYAIFULLAH