TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga pengacara OC Kaligis adalah pihak yang menjadi inisiator pelaporan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. "Yang melaporkan adalah keluarga dan anak-anaknya," kata Humprey Djemat, salah satu pengacara Kaligis di gedung KPK, Jumat, 7 Agustus 2015. "Mereka sudah konsultasi dan sudah menginformasikan kemarin."
Seperti diketahui, pada Kamis, 6 Agustus 2015, Bareskrim Polri sudah menerima laporan dugaan penculikan tersebut dari tim kuasa hukum Kaligis bersama barang bukti berupa rekaman dan sejumlah kesaksian. Sebagai langkah awal, Bareskrim akan berkoordinasi dengan KPK untuk memeriksa Kaligis sebagai saksi korban.
"Yang dilaporkan penculikan, berarti Pasal 328 KUHP karena pada waktu (KPK) datang, kira-kira enam orang mengaku sebagai petugas KPK bertemu dengan Pak OC di lobi Hotel Borobudur. Mereka itu tidak memperlihatkan dan membacakan surat tugasnya, hanya memperlihatkan begini saja," ujar Humprey seraya menunjukkan map untuk menirukan gaya penyidik saat menjemput paksa Kaligis di Hotel Borobudur pada 14 Juli 2015.
Setelah itu, menurut Humprey, penyidik hanya meminta OC Kaligis ikut ke kantor KPK. "Ikut kita ke kantor. Mohon jangan buat gaduh di sini. Tolong ikut kita saja. Nanti semuanya kita jelaskan di kantor KPK. Katanya begitu," tutur Humprey.
Padahal, menurut Humprey, Kaligis tidak menginap di hotel itu karena baru tiba dari Makassar. "Pak OC tiba di Jakarta tanggal 13 (Juli) siang. Sebab, pada tanggal 13 Juli itu, waktu terima surat panggilan, yang disuruh datang jam 10, Pak OC masih di Makassar, dan dia ada tugas profesi di Pengadilan Negeri Makassar," ucap Humprey.
KPK sudah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY). Sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M. Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, serta Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis dipanggil Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014. Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa pengacara dari kantor OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang. Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Lalu, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Gerry, dan mendapati uang US$ 5.000 di kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang US$ 10 ribu dan Sin$ 5.000. Uang tersebut, menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
ANTARA