TEMPO.CO, Kudus - Badan Pusat Statistik Kudus mencatat angka inflasi di wilayah itu naik pada Juli lalu. Inflasi pada Juni tercatat 0,56 persen, sedangkan pada Juli meningkat menjadi 0.88 persen. BPS mencatat inflasi itu ternyata terkait dengan konsumsi kuliner populer khas di sana, yaitu Soto Kudus.
Konsumsi panganan berkuah santan encer dengan potongan daging kerbau dan taoge itu meningkat drastis selama puasa dan Lebaran lalu. “Ini karena Kudus jadi tempat transit pemudik. Mumpung sedang mampir, pemudik biasanya mencari makanan khas daerah yang dikunjunginya,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus Endang Tri Wahyuningsih, Selasa, 4 Agustus 2015.
Seorang kasir di rumah makan soto Kudus Bu Jatmi mengatakan selama puasa dan Lebaran lalu jumlah permintaan Soto Kudus di warungnya meningkat hingga berkali lipat. “Kebanyakan pembeli yang datang merupakan warga luar kota yang sengaja mampir untuk santap siang,” ujar kasir yang menolak disebutkan namanya ini.
Banyaknya permintaan soto berimbas pada bahan baku yang digunakan. “Bahan baku di pasar menjadi naik dua-tiga kali lipat selama puasa dan menjelang Lebaran,” katanya. Sebab, ujarnya, Kudus tak punya lahan pertanian, sehingga semua bahan baku makanan berupa sayur, bawang, dan cabai harus didatangkan dari luar Kudus.
Akibatnya, harga soto Kudus pun terdongkrak dari Rp 10 ribu menjadi Rp 15 ribu per mangkok. “Tapi sekarang harga mulai stabil lagi. Harga soto Kudus sekarang turun jadi 12.500 ribu per porsi,” ujar kasir warung Soto Kudus.
FARAH FUADONA