TEMPO.CO, Bojonegoro - Puluhan desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, ramai-ramai minta digelontorkan air bersih. Menyusul kemarau panjang dan krisis air bersih yang melanda separuh lebih dari 430 desa di 28 kecamatan di kabupaten ini.
Tiga Kepala Desa di Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Kedungadem, telah mengajukan bantuan air bersih, baik ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) maupun ke Pertamina. Mereka menyatakan, telah terjadi krisis air bersih akibat sumur rumah tangga, juga sungai dan embung yang habis airnya. “Ya, sudah kita ajukan,” ujar Kepala Desa Kalisumber, Lasrini Kumihayun, pada Tempo, Kamis, 30 Juli 2015. Dia menyebut, pengajuan bantuan air bersih atas pengajuan warga.
Sesuai prosedur yang ditetapkan BPBD Bojonegoro, warga harus mengajukan surat lewat kepala desa, diketahui camat dan ditujukan ke Bupati Bojonegoro dengan tembusan Kepala BPBD. Selanjutnya, surat tersebut disampaikan ke kantor Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial (Disnakertransos) Bojonegoro. Dari dasar itu, kemudian pihak Disnakertansos mengirim bantuan air bersih terhadap desa-desa yang memohon bantuan.
Sedangkan hingga akhir Juli 2015 ini, yang memohon kucuran air bersih, lebih dari 33 desa di enam kecamatan. Yaitu Kecamatan Tambakrejo, Kasiman, Ngasem, Temayang, Sugihwaras, dan Kedungadem. Jumlah tersebut bisa jadi membengkak, mengingat permohonan bantuan air bersih juga disampaikan ke instansi lain, seperti ke Pertamina dan juga operator pengelola minyak dan gas di Bojonegoro.
Permintaan air bersih juga dilakukan Desa Gamongan, Kecamatan Tambakrejo. Desa yang berlokasi sekitar 42 kilometer arah barat daya Kota Bojonegoro ini, dikenal sebagai daerah langganan kekeringan jika kemarau. Satu sungai di kecamatan ini, airnya juga telah mengecil, termasuk sumur warga, debitnya mengecil. “Ya, jelas, minta bantuan air bersih,” kata Kepala Desa Gamongan, Priyanto, pada Tempo, Rabu sore, 29 Juli 2015.
Sementara itu, krisis air bersih juga melanda Kecamatan Kedungadem. Kecamatan berlokasi di sekitar 30 kilometer arah tenggara Kota Bojonegoro dikenal sebagai sentra bawang merah ini. Di Desa Megale misalnya, terdapat tiga embung yang airnya telah menipis. Pemerintah desa melarang, airnya untuk kebutuhan pertanian—khususnya bawang merah. ”Airnya, hanya untuk perawatan tembok embung,” ujar Kepala Desa Megale, Abdul Kanan, pada Tempo, Kamis, 30 Juli 2015.
Abdul meminta Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, secepatnya mengirim air bersih untuk warganya yang berjumlah lebih dari 210 kepala keluarga atau sekitar 9.500 jiwa lebih. Apalagi, lanjutnya, kemungkinan terjadi kemarau cukup panjang hingga Oktober mendatang.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menetapkan darurat kekeringan terhitung pertengahan Juli hingga Oktober 2015 mendatang. Indikatornya, sejumlah desa rawan air, juga puluhan sungai, dan sekitar 160 embung yang mengering.
SUJATMIKO