TEMPO.CO, Bandung - Ribuan hektare lahan pertanian di Kabupaten Bandung Barat mengalami gagal panen akibat kekeringan. Di antaranya di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Di kawasan penghasil saturan ini, sekitar 100 hektare lahan perkebunan tengah mengalami wabah kekeringan akibat hujan yang tidak kunjung turun sudah sekitar 3 bulan ke belakang.
Kepala Kecamatan Lembang, Endang Hadiat, mengatakan, ada sekitar 2000 hektar lahan pertanian di Lembang terancam gagal panen akibat kekeringan yang melanda wilayah itu. "Cabai, terong ungu, dan tomat yang dari Lembang ini kemungkinan bisa gagal panen karena lahan-lahannya pada mengering," kata Endang, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 28 Juli 2015.
Menurut Endang, ada sekitar 2 desa di Kecamatan Lembang yang mengalami krisis kekurangan air guna mengairi lahan perkebunan di sana. Diantaranya, Desa Pager Wangi dan Desa Mekar Wangi. Bahkan, kata Endang, kebanyakan petani di sana memilih untuk meninggalkan profesi menjadi petani dan menggantinya menjadi kuli serabutan akibat kekeringan itu.
Sebetulnya, ucap Endang, kekurangan air itu bisa teratasi kalau saja para petani mampu membeli air dari desa Suntenjaya yang merupakan Desa tetangga yang kelebihan air. Namun, Endang mengatakan hal itu cukup berat, pasalnya penggunaan air dari desa Suntenjaya itu tidak gratis.
Endang mengatakan, air bisa didapat dari Desa tetangga seperti Desa Suntenjaya. Meski jaraknya terbilang cukup jauh, tapi sejumlah petani rela ke sana karena Desa tersebut memiliki keberlimpahan air walaupun di musim kemarau.
Kedepan, kata Endang, Kecamatan Lembang berencana membuat dua tempat penampungan air di wilayahnya. Dua penampungan ini direncanakan bakal dibangun tahun depan di Desa Wangun Harga dan Pager Wangi. "Supaya petani tidak kesusahan memperoleh air pas di musim kemarau," ucapnya.
Selain di kawasan Lembang, kekeringan pun berhasil melumpuhkan kawasan pertanian di Kecamatan Batu Jajar, Kabupaten Bandung Barat. Lahan persawahan dengan jumlah ratusan hektar tengah mengalami krisis produksi pertanian, khususnya tanaman padi.
Lagi-lagi minimnya pasokan air yang digunakan petani padi untuk mengairi lahan mereka menjadi akibat dari musim kemarau yang menerjang kawasan tersebut.
Ketua Kelompok Tani Silaturahmi 4, Engkos mengatakan, hujan sama sekali tidak turun untuk beberapa bulan kebelakang hingga bulan ini di wilayah kampung Cibogo, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar. "Ada hujan 2 kali tapi enggak ngaruh," ujar dia.
Makanya, ujar Endang, tak jarang petani disana harus menyewa mesin pompa untuk menyedot air dari Waduk Saguling. Namun, untuk menyedot air itu perlu ongkos yang cukup besar bagi kalangan petani kecil. "Sekarang mah kalau punya uang ya bisa diairi," ujar dia.
Beberapa petani di Kampung Cibogo memiliki mesin pompa penyedot air. Namun, tidak semua petani bisa menggunakannya. Jika ada petani kecil yang ingin memakainya, mereka harus menyewa mesin tersebut kepada pemilik mesin. Kebanyakan pemilik mesin yakni petani. "Per jam pompa itu 50 ribu," kata dia.
Kondisi serupa dirasakan para petani di Desa Galanggang. Kepala Urusan Ekonomi Pembangunan Desa Galanggang Kecamatan Batujajar, Deden Hermawan mengatakan hampir keseluruhan lahan sawah seluas 59 hektar di desa tersebut mengalami kekeringan. "Secara otomatis lahan sawah disini tidak bisa ditanami padi," ujarnya.
Bahkan, ucap Deden, pada bulan kemarin saja, gagal panen sempat dirasakan petani di Galanggang karena kemarau dan tidak ada irigasi. Ada sekitar 75 persen yang gagal panen sejak jarang hujan. "Kebanyakan gagal juga bulan kemarin. Ada juga sih yang panen," tutur dia.
Desa Galanggang merupakan kawasan persawahan dengan tipe tanah hujan. Artinya sawah disana bisa ditanami padi ketika musim penghujan stabil datangnya. Namun, kata Deden, akibat tidak memiliki aliran irigasi, sawah di sana pun selalu mengandalkan air hujan. Tak ayal, petani disana saat ini harus menanami lahannya dengan tanaman palawija, seperti kangkung, cabai, dan sawi. "Pengairan di sini memang enggak ada, enggak seperti Pangauban yang masih dekat dengan waduk Saguling," ujar dia.
Meski bisa ditanami tanaman palawija, bukan berarti kondisi petani disana mendapatkan solusi yang pantas akibat kekeringan itu. Kendalanya, kata Deden, akibat tidak menentunya harga sayuran kerap kali merugikan petani yangengalihfungsikan lahannya dari tanaman padi menuju tanaman palawija.
AMINUDIN