TEMPO.CO, Bandung - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil resah. Maraknya urbanisasi pasca-Lebaran ke Kota Bandung dikhawatirkan bakal menambah angka kriminalitas di Kota Kembang.
Pada Minggu malam, 26 Juli 2015, misalnya, Ridwan Kamil mengaku memergoki dua anak-anak jalanan yang tengah melakukan pemerasan di Jalan Braga, yang ternyata berasal dari luar Kota Bandung.
"Kemarin banyak anak-anak jalanan, rata-rata dari Garut. Mereka luntang-lantung tidak jelas. Ketika saya panggil dua orang anak yang lagi memeras di depan saya, anak jalanan itu ternyata dari Garut," ujar Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Senin, 27 Juli 2015.
Bukan hanya tindak kriminalitas. Pelanggaran-pelanggaran ketertiban dan kebersihan di sejumlah tempat yang saat ini tengah populer seperti Jalan Asia-Afrika dan Alun-alun Bandung juga diklaim olehnya bukan dari warga Kota Bandung, melainkan oleh warga pendatang dan wisatawan. "Saya sampling yang melanggar aturan 90 persen yang melanggar aturan bukan orang Bandung tapi dari kota-kota lain," ucapnya.
Agar bisa diterima di Kota Bandung, Ridwan Kamil berharap warga pendatang yang ingin menetap harus memiliki tiga syarat modal yakni uang, skill, dan ilmu pengetahuan. "Tidak mungkin juga untuk memulangkan. Kota ini sifatnya terbuka kecuali menggunakan paspor," katanya.
Selain itu, Ridwan Kamil juga mengimbau kepada warga luar kota agar tidak menyusahkan Pemerintah Kota Bandung. Pasalnya, demi kemaslahatan, segala macam pelayanan hanya diprioritaskan untuk orang ber-KTP Kota Bandung. Walau demikian Ridwan Kamil mengaku tidak akan bisa menghadang laju arus urbanisasi. "Boleh ke Bandung asal berkegiatan. Mau bekerja, usaha (dagang), atau sekolah boleh. Tapi jangan jadi pengangguran," katanya.
Untuk memastikan para pendatang benar-benar memiliki tiga syarat yang telah dikatakannya, Pemerintah Kota Bandung akan rutin melakukan operasi yustisi ke kontrakan dan kamar-kamar indekos. "Kami bersama kewilayahan akan datang ke tempat kos untuk memastikan yang datang ke Bandung ini memang ada urusan, bukan pengangguran yang nebeng ke Bandung yang ujung-ujungnya menghabiskan resources," katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Herry M. Djauhari mengatakan, jumlah lapangan kerja dan jumlah pencari kerja di Kota Bandung pada semester pertama tahun 2015 tidak seimbang. Dari laporan 1.920 perusahaan yang berkantor di Kota Bandung hanya menyediakan 1.300 posisi. "Jumlah pengangguran yang tercatat sampai akhir 2014 ada 95 ribu usia produktif," ucapnya.
Herry menambahkan, jumlah pengangguran pada yang masuk ke Kota Bandung pasca-Lebaran ini dipastikan bertambah. Untuk itu, pihaknya juga telah mengimbau kepada perusahaan-perusahaan agar melakukan wajib lapor kepada Disnakertrans tentang jumlah lowongan pekerjaan baru paling lambat pada akhir Agustus 2015 nanti.
Sabtu, 25 Juli 2015, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung menggelar Operasi Yustisi Kependudukan di Terminal Cicaheum dan Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung. Dalam operasi yustisi dan operasi simpatik itu, bertujuan agar masyarakat luar Kota Bandung yang datang dan berniat tinggal Bandung terdata.
“Kalau memang berniat tinggal di Bandung, mereka wajib memiliki administrasi kependudukan Kota Bandung, (KTP), mereka juga harus punya modal tinggal di Bandung, siapa yang menjamin mereka. Jangan sampai tinggal di Kota Bandung menggelandang tak jelas,” kata Popong Nuraeni, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, Sabtu, 25 Juli 2015.
Menurut Popong, selain harus memenuhi administrasi, pendatang juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. “Kalau mau kerja di Bandung tapi tak punya kemampuan apa-apa, nanti malah merepotkan pemerintah kota,” katanya.
Ia mengatakan, tahun lalu, pendatang ke Bandung pasca-Lebaran ada di angka 5-10 persen atau sekitar 120 ribu–130 ribu jiwa dari total penduduk Bandung. Dari jumlah tersebut, hingga saat ini, Disdukcapil belum mengetahui jumlah yang kemudian menjadi warga Bandung.
PUTRA PRIMA PERDANA | IQBAL T. LAZUARDI S | ADE FITRIA NOLA