TEMPO.CO, Jakarta - Bagi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 1999-2007 Satryo Soemantri Brodjonegoro, kasus ijazah palsu adalah isu basi. Satryo pernah menangani masalah itu pada masa kepemimpinannya. Satryo sudah melaporkan kasus itu ke kepolisian, tapi tidak mendapatkan tanggapan positif.
Alasan polisi, kasus ijazah palsu adalah kasus perdata yang ada delik aduan oleh yang merasa ditipu. Saat itu, kata Satryo, polisi menganggap negara bukan pihak yang ditipu dan dirugikan atas kasus ini. "Masyarakat yang beli ijazah yang merasa tertipu baru bisa melapor. Jadi mereka menolak aduan kami," kata Satryo seusai acara peluncuran Indonesian Science Fund oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia di Hotel Aryaduta, Rabu, 27 Mei 2015.
Karena jalur hukum buntu, Satryo yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menggunakan jalur moral. Satryo menjelaskan saat itu ia secara resmi meminta anak buahnya untuk menuliskan nama mereka tanpa gelar. Sempat ada yang protes atas kebijakannya itu lantaran merasa pendidikannya dianggap kurang dihargai. "Saya katakan, kalau tidak mau, silakan keluar," kata Satryo.
Satryo mengaku pernah mengirimkan surat kepada Hamzah Haz, wakil presiden saat itu, untuk tidak menggunakan gelarnya. "Malu dong, Pak," katanya. Ia mengatakan tindakan itu cara yang paling efektif untuk mengurangi permintaan jual beli gelar dan ijazah.
Satryo mencontohkan Presiden Amerika Barack Obama. Satryo yakin tidak banyak yang tahu gelar apa saja yang sudah dimiliki Presiden Amerika yang pernah tinggal di Indonesia itu.
Alumnus University of California di Berkeley, Amerika Serikat, ini pun membuat pengumuman kepada semua instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan berbagai lembaga. Dalam pengumumannya itu, ia mencantumkan 21 nama universitas yang diduga menggunakan ijazah palsu. Nama itu didapatnya dari salah satu media nasional.
Satryo mengecek nama universitas yang tercantum itu dengan data yang dimiliki kementerian. Ia pun sempat meminta salah satu anak didiknya memeriksa alamat universitas yang diduga menerbitkan ijazah palsu itu. "Jadi mereka waspada saat merekrut orang dari kampus yang namanya ada dalam surat kami," katanya.
Bila ternyata para lembaga itu tetap menggunakan nama-nama yang sudah mereka umumkan, ia menduga ada permainan oknum di dalam perusahaan atau lembaga itu yang bermain dan menerima para calon karyawan yang menggunakan ijazah palsu.
MITRA TARIGAN