TEMPO.CO , Yogyakarta: Solidaritas Perempuan menyerukan perlawanan terhadap efek globalisasi ekonomi yang memicu pembangunan eksploitatif di Indonesia. Seruan itu menjadi rekomendasi utama Konferensi Perempuan yang digelar oleh Solidaritas Perempuan di Hotel University Club, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada 23-24 Mei 2015.
Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Wahida Rustam mengatakan konferensi yang diikuti perwakilan organisasi aktivis gerakan perempuan dari 22 kota di Indonesia itu menyimpulkan kapitalisme global selama ini justru menguatkan budaya patriarki.
Penyebabnya, pembangunan dengan orientasi eksploitatif di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, memicu peningkatan intensitas pelanggaran hak-hak kaum perempuan. "Kami mengajak gerakan perempuan di akar rumput untuk melawan penetrasi globalisasi ekonomi dan budaya," katanya.
Wahida menjelaskan ketidakadilan terhadap perempuan terjadi tidak hanya akibat aktivitas ekonomi yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia. Arus budaya global, yang dikendalikan pasar, telah mendorong eksploitasi besar-besaran terhadap kaum perempuan. "Misalnya, mengubah pola pikir perempuan Indonesia sehingga terjebak budaya konsumtif," kata dia.
Karena itu, Wahida mengimbuhkan, gerakan perempuan perlu berfokus membangun kemandirian banyak komunitas perempuan di sektor perekonomian. Komunitas perempuan di akar rumput, menurut dia, juga perlu didorong memiliki kesadaran mengenai pentingnya melawan penetrasi global dengan strategi budaya. Wahida mencontohkan, praktiknya bisa berupa mendorong komunitas perempuan di pedesaan kembali mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya pangan lokal.
Wahida juga mendesak pemerintah segera mengubah arah strategi pembangunan. Dia mengatakan konferensi menyerukan agar pemerintah menyusun program pembangunan yang berdasar pada perspektif menghadapi dampak negatif globalisasi dan pemulihan hak-hak perempuan.
Seruan serupa juga ditujukan ke kalangan perempuan yang menempati posisi strategis di sektor pengambilan kebijakan, baik di pusat, daerah hingga pedesaan.
Salah satu panitia konferensi, Titi Suntoro mengatakan diskusi di acara itu banyak berfokus membahas efek negatif kultur globalisasi yang menciptakan monetrisasi cara pandang kehidupan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia.
Pembangunan yang eksploitatif, menurut dia, terbukti menguatkan mekanisme operasi budaya patriarki sekaligus ketidakadilan terhadap kaum perempuan. "Kami akan mengampanyekan rekomendasi ini ke semua gerakan perempuan di Indonesia," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM