TEMPO.CO, Malang - Panitia peringatan International Day Againts Homophobia dan Transphobia (IDAHOT) di Malang, Jawa Timur, memutuskan membatalkan agenda diskusi yang akan mereka gelar pada Ahad malam 17 Mei 2015. Mereka meresahkan teror yang diterima via pesan pendek.
"Mempertimbangkan keamanan peserta, acara dibubarkan," kata Koordinator FAMM Indonesia, Niken Lestari, Ahad 17 Mei 2015.
Teror tersebut, kata Niken, disampaikan sejak Jumat lalu. Pesan yang diterima berisi "Dengan hormat kami dari FPI Jatim. Acara peringatan Kojigema bertentangan dengan Pancasila, segera bubarkan. Atau kami bubarkan."
Sebelumnya seseorang bernama Acong juga menelepon Niken dengan nada menyelidik. Serta seseorang yang mengaku mahasiswa meminta acara dibatalkan. "Dia mengaku belakangnya ada ormas Islam dan Forum Takmir Malang. Dia bertanya apa sudah dapat izin polisi? Atau kami bubarkan," katanya mengungkapkan.
Niken dkk lantas mereka melapor ke polisi sehari menjelang diskusi untuk mendapat perlindungan. Namun, menurut Niken, polisi justru secara halus meminta panitia untuk membatalkan acara. Mereka diminta menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai. "Posisi kami dipojokkan seolah pihak yang bersalah," kata Niken.
Acara yang hendak diselenggarakan, Niken menerangkan, sejatinya sebatas berbentuk talkshow yang menghadirkan seorang waria bernama Lusi. Diskusi tersebut, katanya, bertujuan untuk membangun toleransi dan tak takut dengan kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).
Undangan disebar melalui sosial media. Target peserta sebanyak 20 orang terdiri dari pelajar dan mahasiswa. "Kojigema," katanya, "Selama ini sering melakukan berbagai kegiatan mulai dari diskusi mengenai buruh, gender, dan pemutaran film."
Kepala Kepolisian Sektor Lowokwaru, Komisaris Teguh Priyo Wasono, membenarkan mengimbau agar acara tak dilanjutkan. Tujuannya untuk menghindari gesekan antar kelompok. Sampai sejauh ini polisi tengah memantau lokasi kegiatan. Menurutnya, "Informasi kegiatan diperoleh secara online."
EKO WIDIANTO