TEMPO.CO, Mojokerto – Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto meminta masyarakat, terutama pembuat batu bata, melapor jika menemukan benda atau bangunan purbakala peninggalan Majapahit.
Balai Pelestarian tak bisa melarang aktivitas pembuatan batu bata yang banyak tersebar di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, meski sudah ada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional.
“Kami hanya bisa melakukan sosialisasi ke masyarakat agar bersama-sama menjaga dan melaporkan temuan,” kata Kepala Seksi Perlindungan, Pemanfaatan, dan Pengembangan Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto Edhi Widodo, Kamis, 14 Mei 2015. (Baca berita sebelumnya: Dilema Pembuatan Batu Bata di Kawasan Cagar Budaya Trowulan)
Balai Pelestarian juga mengajak sejumlah pihak baik dari pemerintah maupun kelompok masyarakat peduli akan sejarah dan budaya dengan melestarikan peninggalan purbakala. “Kami juga menggandeng pihak-pihak yang berkomitmen dalam pelestarian situs Trowulan,” ujar pejabat yang akrab dipanggil Widodo ini.
Pembuatan batu bata bisa mengancam sekaligus membantu penemuan benda purbakala. Sebab dalam aktivitas ini ladang masyarakat digali untuk diambil tanahnya sebagai bahan baku pembuatan batu bata. “Yang paling mengancam memang pembuatan batu bata,” kata Widodo.
Data Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto menyebutkan sekitar 3.0000 titik di Kecamatan Trowulan dijadikan lokasi penggalian tanah untuk pembuatan batu bata di Kecamatan Trowulan. Di beberapa lokasi, perajin batu bata menemukan benda-benda purbakala peninggalan zaman Majapahit.
Temuan barang bersejarah seperti itu jarang dilaporkan atau diserahkan ke Balai Pelestarian. Malah kebanyakan barang peninggalan sejarah masa lalu itu dijual ke pasar atau kolektor. Barang-barang yang ditemukan umumnya berupa perhiasan, perabot, dan arca.
Ketua Forum Komunikasi Budaya Majapahit Anam Anis mengatakan kesadaran masyarakat terhadap benda-benda bersejarah memang masih kurang. “Masyarakat kurang memperhatikan bahwa situs sejarah di Trowulan ini peninggalan besar,” kata Anam. Pemerintah juga dianggap belum maksimal dalam mengarahkan masyarakat untuk tetap bekerja tanpa mengancam kelestarian cagar budaya. “Sejak dulu kurang diarahkan."
ISHOMUDDIN