TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial mulai memeriksa dugaan adanya suap yang dilakukan terhadap majelis hakim perkara duo Bali Nine di Bali pada 2006. Dalam pemeriksaan awal, Komisi memanggil Todung Mulya Lubis, kuasa hukum duo Bali Nine, selaku pihak pelapor.
"Ini merupakan pemeriksaan awal terkait dugaan suap yang dilakukan majelis hakim pada saat menyidangkan kasus Andrew Chan dan Myuran Sukumaran di Bali pada 2006," kata anggota Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, yang juga ketua panel, Senin, 11 Mei 2015.
Imam mengatakan pemeriksaan terhadap Todung untuk menguatkan tudingan adanya dugaan suap dan pelanggaran kode etik hakim. Todung, kata Imam, membawa sejumlah bukti yang cukup kuat.
"Tapi bukti itu tidak bisa saya jelaskan apa, karena masih rahasia," ujarnya. "Bukti itu akan kami simpan untuk pemeriksaan selanjutnya."
Menurut dia, meski Chan dan Sukumaran sudah dieksekusi mati oleh kejaksaan, tapi apabila ditemukan pelanggaran kode etik terhadap hakim di pengadilan tingkat pertama yang menyidangkan kedua terpidana itu tetap diproses Komisi.
"Untuk sementara kami masih memeriksa dan tenggat waktu pemeriksaan selesai pada akhir Mei nanti," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Australia kembali mengungkit dugaan suap oleh hakim kasus Bali Nine pada 2006. Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop meminta pemerintah untuk menyelesaikan lebih dulu pengusutan kasus suap tersebut sebelum melaksanakan eksekusi. Menurut dia, pengusutan dugaan korupsi menjadi hak kepastian hukum bagi duo Bali Nine.
Isu ini kembali mencuat setelah permintaan Bishop dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott tak mendapat tanggapan positif dari Presiden Joko Widodo. Sydney Morning Herald melaporkan dugaan suap tersebut berdasarkan kesaksian kuasa hukum Bali Nine pada 2006, Muhammad Rifan.
Rifan mengungkapkan, dalam proses persidangan kasus narkoba di Bali, dia bersepakat dengan majelis hakim soal uang sebesar US$ 130 ribu atau sekitar Rp 1,7 miliar. Suap ini adalah jaminan majelis akan menjatuhkan vonis kepada anggota Bali Nine di bawah 20 tahun.
Namun, kesepakatan kemudian batal karena majelis hakim mengklaim mendapat desakan dari pusat untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Bali Nine. Uang senilai Rp 1 miliar tersebut dianggap tak cukup.
REZA ADITYA