TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, menganggap pandangan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri tentang partai politik berbeda dengan bapaknya, Sukarno. Megawati, kata dia, dalam kongres di Bali kemarin mengingatkan akan pentingnya peran partai dalam pemerintahan.
"Padahal sistem itu yang dibubarkan dengan Dekrit Presiden 1959," kata Vermonte dalam diskusi "Penumpang Gelap di Tikungan" di Restoran Warung Daun, Cikini, Sabtu, 11 April 2015. "Apa yang dilakukan PDI Perjuangan sekarang adalah yang ditolak Bung Karno dulu."
Kala itu, sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Karena itu, seorang presiden tak memiliki peran besar lantaran sistem itu menguatkan peran partai politik. "Bung Karno tak menyukai hasil Pemilu 1955 karena melemahkan presiden." Sukarno, Vermonte melanjutkan, lalu membentuk sistem demokrasi terpimpin untuk menggantikan parlementer.
Philips mengingatkan, sistem pemerintahan negara Indonesia adalah presidensial. Dalam sistem itu, pusat kekuasaan adalah presiden. Besar kekuasaan ini, menurut dia, jauh di atas partai. "Jadi, saat Jokowi terpilih, ia berdiri di atas semua golongan," ujarnya. "Dia bukan petugas partai lagi."
Sebelumnya, Megawati mengatakan ada gerakan deparpolisasi yang digalang pihak-pihak yang mengagungkan independensi. Mereka, kata Mega, menganggap partai politik sebagai beban demokrasi.
MUHAMMAD MUHYIDDIN