TEMPO.CO, Jombang - Sejumlah aktivis dari Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur menduga ada kelompok-kelompok yang berusaha menyusupkan paham radikal dalam buku pelajaran agama siswa kelas XI SMA. Karena itu, menurut Aan Anshori, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi Jawa Timur, ia tak heran lagi kalau banyak materi radikal organisasi Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) masuk dalam materi pelajaran.
Salah satunya adalah anjuran yang membolehkan pembunuhan pada musyrik atau orang yang menyembah selain Allah. "Secara kontemporer, ajaran bunuh-membunuh dalam konteks ini telah dipraktekkan secara sukses oleh ISIS. Mengajarkan buku itu secara tidak langsung telah menjadikan anak didik sebagai kader ISIS," kata Aan Anshori, Ahad, 22 Maret 2015.
Materi tersebut terdapat dalam halaman 170 buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI SMA/MA/SMK/MAK terbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2014. Materi tersebut kemudian disalin utuh di halaman 78 buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik (KLKPD) Pendidikan Agama Islam Kelas XI SMA yang disusun tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI Jombang.
Menurut Aan, materi tersebut mengutip pemikiran pencetus ajaran Wahabi asal Arab Saudi, Muhammad bin Abdul Wahab. Buku itu mengutip salah satu pendapat Muhammad bin Abdul Wahab yang tertulis, "Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah SWT dan orang yang menyembah selain Allah SWT telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh." Kalimat inilah yang jadi kontroversi sebab bisa disalahartikan dan bertentangan dengan prinsip perdamaian dalam Islam.
Aan mengaku sudah lama mencurigai ajaran Islam radikal disemai melalui institusi pendidikan formal. Ia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum mengusutnya. "Kami mendesak aparat memintai keterangan tim penulis buku tersebut," kata Anggota Dewan Ahli Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jombang ini.
Kiai NU yang juga tokoh pluralisme KH Salahudin Wahid (Gus Solah) enggan menyebut apakah ada kelompok tertentu yang menyisipkan paham radikal dalam buku pelajaran agama siswa. "Saya enggak tahu, yang jelas dengan alasan apa pun membunuh orang itu sudah enggak benar, " kata pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, ini.
Menurut dia, tim penulis buku tersebut tidak jeli dan tidak teliti. "Harus direvisi entah itu oleh Kemendikbud atau MGMP," ujarnya. Gus Solah mengatakan kesalahan seperti itu tidak hanya sekali ini." Saya heran kenapa sampai berkali-kali, mestinya kan (koreksinya) berjenjang," katanya.
ISHOMUDDIN