TEMPO.CO, Tulungagung - Kepolisian Resor Tulungagung di Jawa Timur menegaskan tak ada tanda-tanda gerakan kelompok radikal ISIS di wilayah mereka. Penegasan disampaikan menyusul informasi bahwa satu keluarga yang sedang ditahan di Turki karena diduga hendak menyeberang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS terkait dengan anggota jaringan teroris yang pernah disergap di Tulungagung pada 2013 lalu.
Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Bastoni Purnama mengatakan hingga saat ini wilayahnya masih aman dan tak ada tanda gerakan radikal ISIS. Dia mengaku terus memantau kondisi keamanan wilayahnya, terutama di kawasan pegunungan seperti Kecamatan Pagerwojo yang sempat menjadi tempat persembunyian teroris dari jaringan Poso. "Tidak ada gerakan radikal di sini," kata Bastoni, Senin, 16 Maret 2015.
Dia juga membantah kabar keberadaan tim Mabes Polri di Tulungagung untuk menyelidiki antara jaringan itu dan keberadaan warga Indonesia yang sedang ditahan di Turki itu. Menurut Bastoni, setiap tim dari Mabes Polri yang datang selalu berkoordinasi dengan polres setempat. "Dan hingga kini tim tersebut tidak pernah berada di Tulungagung."
Pernyataan serupa disampaikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tulungagung Ajun Komisaris Edy Herwianto. Dia mengaku tak mendengar keberadaan tim kepolisian dari Jakarta di wilayahnya. "Saya malah tahu dari Anda," katanya.
Seperti diketahui, Kabupaten Tulungagung pernah menjadi tempat persembunyian dua terduga teroris jaringan Poso, yakni Dayat dan Reza. Keduanya sempat menyaru sebagai guru ngaji di Kecamatan Pagerwojo yang berada di kawasan perbukitan. Namun tak lama bersembunyi, tim Densus 88 Mabes Polri berhasil melacak mereka. Dayat meregang nyawa setelah otak bagian atas kirinya tertembus peluru. Sedangkan Riza terkapar dengan luka tembak di perut.
Bersama mereka juga ditangkap dua warga Pagerwojo, yakni Mugi Hartanto dan Sapari. Mugi Hartanto adalah warga Desa Gambiran, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, yang bekerja sebagai guru honorer. Adapun Sapari adalah warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, yang menjadi staf kesejahteraan rakyat di desa setempat. Belakangan keduanya dibebaskan karena tak mengetahui latar belakang pelaku. Mereka hanya warga desa yang mempercayai Reza dan Dayat sebagai ustad.
HARI TRI WASONO