TEMPO.CO, Malang - Warga penerima beras miskin (raskin) mengeluhkan beras kualitas buruk karena berkutu, hancur, dan bau apek. Meski tak layak konsumsi sebagian warga terpaksa tetap mengkonsumsinya dengan cara dioplos.
Sebanyak enam keluarga di RT 4 RW 1, Kelurahan Gadingkasri, Kota Malang, yang menerima beras berkualitas buruk itu, mengaku sebelumnya kualitas raskin yang diterima cukup bagus. "Selama setahun ini ya baru sekali ini kualitasnya buruk," kata koordinator pembagian raskin setempat, Masnuri, Senin, 16 Maret 2015.
Beras sudah ditampung di kelurahan dan dibagikan kepada penerima raskin. Saat di rumah, katanya, sebagian warga tetap mengkonsumsi beras tak layak tersebut dengan dioplos beras yang kualitasnya lebih bagus. Warga menerima raskin sebanyak 15 kilogram seharga Rp 1.600 per kilogram.
Salah seorang penerima raskin lainnya, Ningrum, mengaku menyiasati beras raskin agar layak dikonsumsi dicampur dengan beras kualitas bagus. Perbandingannya empat kilogram beras bagus dengan satu kilogram raskin. "Baunya apek, rasanya tak enak. Tapi bagaimana lagi? Ya tetap dimakan," kata Ningrum.
Ia mengaku telah melaporkan kualitas raskin jelek ke kelurahan. Tapi, Lurah Gadingkasri Prasetyo Mulyo mengaku tak pernah mendapat keluhan soal kualitas raskin. Raskin, katanya, didatangkan dari gudang Perum Bulog subdivisi regional Malang. "Jika jelek silakan lapor," katanya.
Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Malang Arsyad malah mengaku banyak menerima pengaduan kualitas raskin buruk. Beras raskin seharusnya telah melalui uji tanak untuk mengetahui kadar protein dan vitamin. Komposisi raskin terdiri dari 20 persen menir dan patahan 20 persen. "Warga Kelurahan Jodipan dan Bandulan juga mengeluh kualitas beras jelek. Tapi sudah diganti beras yang lebih baik," ujarnya.
Bulog menerima pengaduan melalui masing-masing kelurahan. Selanjutnya petugas akan mengecek di lapangan. Jika menemukan beras jelek akan diganti dengan beras yang lebih layak.
EKO WIDIANTO