TEMPO.CO, YOGYAKARTA- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan DPRD DKI Jakarta untuk menggelar sidang hak angket atas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun dipersilakan untuk mengusut dana siluman yang diduga disusupkan dalam APBD 2015.
“Silakan diselesaikan agar program pembangunan DKI tidak terganggu. Batas waktu 8 Maret harus selesai. Apapun itu, APBD harus disetujui bersama,” kata Tjahjo saat ditemui usai membuka acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) 2016 DIY di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Senin, 2 Maret 2015.
Tjahjo menolak campur tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Alasannya, pengajuan hak angket bukan merupakan kewenangannya. Melainkan tugas konstitusional DPRD. Begitu pula dengan KPK. Meskipun Tjahjo mengungkapkan sudah mendiskusikan persoalan tersebut dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayata dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi pada 1 Maret 2015 malam.”Tapi tidak ada kesimpulan,” kata Tjahjo.
Catatan Tjahjo, pelaksanaan sidang angket harus dilakukan secara terbuka, transparan, dan bisa diikuti masyarakat. KPK pun diminta untuk obyektif dalam melakukan penyidikan soal dugaan dana siluman yang dituduhkan Ahok.”Biar keputusan angket dan KPK terkuak. Siapa yang bermain,” kata Tjahjo.
Di sisi lain, Tjhajo akan mencari formula agar biaya belanja rutin pemerintah tidak tertunda. Semisal gaji untuk pegawai. “Jangan mengganggu kepentingan rakyat DKI” kata Tjahjo.
Konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta mencuat pasca pengesahan APBD 2015 sebesar Rp 73 triliun dalam sidang paripurna DPRD DKI pada 27 Januari. Ahok pun langsung mengirim APBD ke Kementerian Dalam Negeri. Namun, pada awal Februari, Kementerian mengembalikan APBD 2015 dengan alasan ada yang belum lengkap.
DPRD menilai penyebabnya adalah karena Ahok menyerahkan APBD yang beda dengan yang disetujui bersama. Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Muhammad Taufik mengatakan APBD yang dikirim tidak mencantumkan kegiatan-kegiatan yang telah dibahas di tiap komisi.
Dewan kemudian memutuskan menggunakan hak angket. Ahok balik menyerang dengan membeberkan anggaran siluman yang mencapai bukan lagi Rp 8,8 triliun, tapi Rp 12 triliun, dalam APBD 2015. Dalam anggaran Rp 12 triliun tersebut, terdapat pembelian uninterruptible power supply (UPS) atau penyimpan daya senilai Rp 6 miliar untuk setiap sekolah di puluhan sekolah.
PITO AGUSTIN RUDIANA