TEMPO.CO, Makassar - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Surabaya, Romahurmuziy, menyatakan, Senin, 2 Maret 2015, akan dilakukan banding di Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Senin, kami mendaftarkan banding bersama 28 DPD dan juga dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Romahurmuziy setelah membuka Musyawarah Wilayah (Muswil) VII PPP Sulawesi Selatan di Hotel Sahid-Makassar di Jalan Ratulangi, Sabtu malam, 28 Februari 2015.
Menurut dia, putusan hakim yang mengabulkan gugatan Suryadharma Ali tidak berdasar. Bahkan ia membantah adanya campur tangan pemerintah perihal SK tertanggal 28 Oktober lalu.
Dalam SK Kemenkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan disebutkan hanya ada satu DPP PPP, maka Ketua Umum DPP PPP adalah Romahurmuziy dengan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik. "Kami tetap mengacu pada SK itu," ujar Romahurmuziy.
Ia pun menolak ajakan islah dari kubu hasil muktamar Jakarta, meski dirinya ditawarkan sebagai wakil ketua umum. "Masak, saya sudah jadi ketua umum, turun jadi wakil. Jangan, dong," ujarnya.
Majelis hakim PTUN yang diketuai Teguh Satya Bhakti mengabulkan gugatan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. Majelis hakim menilai gugatan yang diajukan kubu Suryadharma Ali adalah dampak dari intervensi pihak tergugat, yaitu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang dianggap ikut campur dalam konflik internal partai.
"Mengabulkan gugatan penggugat diterima seluruhnya, kemudian membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014," kata Teguh kala membacakan putusannya di ruang sidang PTUN Jakarta Timur.
Saat ini, ujar Romahurmuziy, PPP hasil muktamar Surabaya tengah sibuk melakukan konsolidasi ke sejumlah DPW jelang pemilihan kepala daerah. "Pengurus di daerah tidak usah khawatir jelang pilkada, karena Kemenkumham dan KPU tetap mengacu pada SK 28 Oktober 2014 lalu. Bahkan saya berani mengatakan sisa tiga DPW yang tidak ke kubu kami. Tapi tidak etis saya sebutkan," dia menjelaskan.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI