TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Maqdir Ismail, membenarkan pihaknya telah meralat materi gugatan praperadilan atas penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. “Salah satu penambahan terkait penjelasan Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” ujar Maqdir di gedung KPK, Selasa, 3 Februari 2015.
Menurut Maqdir dalam pasal 80 itu dinyatakan kegiatan praperadilan dilakukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam pasal itu juga disebutkan permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Lebih jauh Maqdir mengatakan tim pengacara menarik materi praperadilan pada 26 Januari. Selain menambahkan pasal 80 KUHAP, tim juga memasukkan sejumlah detail. "Ini cuma perkembangan teknis saja, tidak ada masalah apa-apa," ujar Maqdir.
Kemarin, Komisi Antirasuah tidak hadir dalam sidang pertama pra-peradilan yang diajukan Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Deputi Pencegahan KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan pihaknya yang menjadi termohon dalam sidang ini butuh waktu untuk menyiapkan bahan jawaban gugatan. "Ternyata materi gugatan praperadilan dari pihak penggugat bertambah dan itu baru sampai ke KPK pada Kamis malam (29 Januari 2015)," ujar Johan melalui pesan blackberry.
Sidang praperadilan Budi Gunawan dibuka hakim tunggal Sarpin Rizaldi, pada pukul 12.30 WIB kemarin. Namun karena tidak ada perwakilan dari KPK, Sarpin menunda sidang pada pekan depan. Agenda sidang perdana itu adalah membacakan permohonan praperadilan oleh pihak pemohon. Dalam gugatan, Budi Gunawan mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka suap dan gratifikasi oleh KPK. Dia menganggap janggal penetapan itu lantaran dilakukan sepekan setelah Presiden Joko Widodo memilihnya sebagai calon Kapolri tunggal.
LINDA TRIANITA