Bagaimana posisi Ibu saat di Mahkamah Konstitusi?
Saya di MK menjadi saksi untuk Pak Ujang. Tapi saya bilang di sana, saya tidak melihat Pak Ujang, tak melihat Pak Bambang Purwanto. Kalau mereka kedudukan tinggi, saya bela mati-matian belum tentu mereka membela saya. Di MK, saya dibilang seperti semut melawan gajah. Tapi saya bilang kalau Tuhan berkehendak di lubang cacing saya bahagia, ya, saya tetap bahagia.
Kenapa Ibu mau jadi saksi Pak Ujang?
Memang di sini kejadiannya seperti itu. Bagi-bagi uang itu rata. Jadi setiap RT ada dua orang bawa kresek. Setiap orang dapat Rp 150 ribu. Teman saya sendiri sama-sama mengajar di Taman Pendidikan Al-Quran ada yang satu rumah dapat Rp 600 ribu. Masak dia bohong. Yang bagi-bagi itu Pak Sugianto.
Ibu kebagian duit itu?
Ya enggaklah. Saya kan berhubungan seperti ini gak mungkin. Gak berani saya main-main sama kitab.
Bagaimana cerita ibu bisa dituduh memberi kesaksian palsu?
Satu, saya kan tokoh masyarakat. Jadi beberapa tokoh masyarakat dibawa, termasuk pendeta dua orang namanya Dedi sama Abraham. Waktu itu mereka juga dianggap kasih kesaksian palsu, termasuk saya. Cuma mereka dibawa ke Pangkalan Bun. Kalau saya karena lurah, saya keseret. Yang melaporkan mereka cuma lewat desa saya. Kalau dari desa lain tak ada yang melapor.
Jadi ibu saja yang dicokok?
Iya. Saya dilaporkan Pak Ngadiyo. Saya kenal dia, saat hajatan Pak Ngadiyo saya diundang. Kalau dalam kasus ini Pak Ngadiyo sudah ada yang menekan. Dia kan tim Pak Sugianto.
Bagaimana kronologi waktu Ibu dibawa ke Jakarta?
Saya diambil lalu disuruh menceritakan apa yang ada. Saya tak diapa-apakan, saya tidak diborgol. Karena masalah di Jakarta saya dibawa ke Jakarta. Pengacara yang disiapkan di sini tak tahu saya dibawa. Tiba-tiba saya diberi tahu besok sekitar jam 8-9 naik pesawat. Tahu-tahu jam 6 saya sudah berangkat. Itu tahun 2010.
Sampai di Jakarta apa yang terjadi?
Saya tadinya dibawa ke Mabes, dipindahin ke Pondok Bambu. Ada Eko Sumarno di sana. Eko bilang, “Kalau sampeyan bisa menghapus kata-kata di MK nanti keluarganya dicukupi.” Saya diminta mencabut laporan kesaksian. Saya tidak mau. Kalau saya palsu ngapain harus dicabut? Saya bilang kalau ini urusan saya sama Tuhan biarlah sampai busuk saya di penjara, tapi lihat sendiri nanti siapa yang benar dan salah.
Selanjutnya: Benarkah Bambang Widjojanto mengarahkan para saksi?