TEMPO.CO , Malang: Sekitar 15 persen permukiman di Malang berkategori permukiman kumuh. Rumah berderet dibangun di bantaran sungai dan di bawah jembatan. Permukiman kumuh tersebar di 17 kelurahan dari total 57 Kelurahan di Malang. "Empat tahun lagi tak boleh ada permukiman kumuh," kata Wali Kota Malang, Mochamad Anton, Sabtu 17 Januari 2015.
Total kawasan permukiman kumuh mencapai 110 kilometer persegi. Untuk membangun permukiman kumuh menjadi permukiman sehat, Pemerintah Kota Malang tengah menata permukiman, sanitasi dan menyediakan air bersih. Pemerintah Kota Malang tengah bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk menggunakan dana tanggungjawab sosial perusahaan (CSR).
Bersama swasta, Pemerintah Kota Malang menggelar program bedah rumah dan membangun rumah layak huni. Selain itu, Pemerintah Kota Malang mendapat bantuan penataan kawasan kumuh dari pemerintah pusat. Pemerintah Kota Malang mengajukan usulan pembangunan kawasan kumuh sebesar Rp 2,5 triliun.
Saat ini tengah dilakukan peninjauan lapangan di Kelurahan Sukun dan Tulusrejo. Sedangkan pelayanan sarana air bersih akan diprioritaskan dengan bantuan dari Perusahaan Daerah Air Mimum. Pelayanan air bersih untuk keluarga miskin di Malang menjadi proyek percontohan.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara menilai penataan permukiman kumuh harus segera dilakukan. Sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas berdiri permukiman padat. Tak hanya menjadi persoalan sosial, namun juga menyumbang masalah lingkungan. "Warga membuang sampah langsung ke sungai," katanya.
Sekitar 80 persen di antaranya adalah limbah domestik rumah tangga selebihnya limbah industri, rumah sakit, hotel dan restoran. Ia berharap Pemerintah Kota Malang bergerak cepat untuk menangani sampah rumah tangga. Agar warga tak membuang sampah ke sungai.
EKO WIDIANTO
Berita lain:
Budi Gunawan Tinggalkan Istana tanpa Senyum
Soal Kapolri, Jokowi Bicara dari Hati ke Hati
Bodi Air Asia Ketemu, Basarnas 'Tantang' Moeldoko