TEMPO.CO , Pekalongan: Keputusan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi belum membuat para nelayan di Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah lega. “Percuma harga BBM bersubsidi diturunkan kalau kapal nelayan berukuran di atas 30 gross ton (GT) justru akan dilarang menggunakannya,” kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Pekalongan, Rasjo Wibowo, pada Jumat, 16 Januari 2015.
Presiden Joko Widodo mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Istana Negara, Jumat 16 Januari 2015. Harga Premium saat ini diturunkan dari Rp 7.600 menjadi Rp 6.600 per liter. Sedangkan solar dari Rp 7.250 menjadi Rp 6.400 per liter. Menurut Jokowi kebijakan ini berlaku mulai Senin 19 Januari 2015 pukul 00.00 WIB. (Baca juga: Senin, Harga Bensin jadi Rp 6.600)
Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana menerbitkan peraturan bahwa subsidi BBM hanya diberikan untuk kapal nelayan di bawah 30 GT. Adapun peraturan tentang subsidi bagi kapal nelayan di atas 30 GT akan dikaji ulang, bisa dikurangi atau ditiadakan sama sekali.
Rasjo mengatakan, larangan kapal nelayan di atas 30 GT menggunakan BBM bersubsidi semestinya tidak disamaratakan di seluruh daerah. “Kalau larangan itu untuk kapal-kapal besar di Jakarta yang menerapkan sistem gaji pada anak buah kapal (ABK), kami rasa tidak ada masalah,” kata Rasjo.
Tapi jika larangan kapal nelayan di atas 30 GT menggunakan BBM bersubsidi juga diterapkan di Pantura, Rasjo berujar, para ABK yang selama ini hidup di bawah garis kemiskinan bakal semakin menderita. Sebab, juragan kapal nelayan di atas 30 GT di Pantura menerapkan sistem bagi hasil, bukan gaji.
Dengan sistem bagi hasil, seluruh modal melaut ditanggung juragan kapal. Setelah dikurangi modal, sisa hasil lelang ikan baru akan dibagi 50-50 antara juragan dan ABK. Tiap satu kapal di atas 30 GT rata-rata berawak 25-30 ABK.
Jika harus menggunakan solar non subsidi, otomatis modal melaut akan semakin besar. Sehingga sisa lelang yang akan dibagi dengan ABK semakin tipis. “Masih menggunakan solar bersubsidi Rp 7.250 per liter saja modal melaut sudah naik 30 persen. Apalagi kalau pakai solar non subsidi yang harganya Rp 10.000 per liter,” ujar Rasjo.
Hal senada diutarakan Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), Eko Susanto. “Jangankan hanya diturunkan harganya, BBM bersubsidi digratiskan pun tidak berpengaruh bagi nelayan kalau dilarang menggunakannya,” kata Eko.
Untuk menolak rencana pemerintah melarang kapal nelayan di atas 30 GT menggunakan solar bersubsidi, ratusan nelayan akan berunjuk rasa di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal, pada Senin, 19 Januari. “Kami sudah melayangkan surat pemberitahuan ke polisi,” ujar Eko.
DINDA LEO LISTY
Berita lain:
Makan Malam, Jokowi-JK Tentukan Nasib Budi Gunawan
Malam Ini, Jokowi Umumkan Nasib Budi Gunawan
Evolusi Pembantu Menjadi Penulis dan Motivator