TEMPO.CO, Surabaya - Keluarga korban kecelakaan AirAsia QZ8501, secara psikologis, mulai bisa menerima kejadian sehingga tidak terlalu shock dan trauma. "Sebagian besar sudah dalam fase acceptance (menerima) keadaan," kata salah seorang psikiater, Frilya, kepada Tempo di luar ruangan antemortem keluarga korban kecelakaan Air Asia Polda Jawa Timur, Kamis malam, 1 Januari 2015. (Baca: Keluarga Korban Air Asia Alami Tiga Fase Trauma)
Sebab, menurut Frilya, mayoritas keluarga korban telah mengetahui kejadian sebenarnya, bahwa pesawat AirAsia yang pada Ahad lalu dinyatakan hilang, saat ini telah ditemukan. Artinya, mereka lebih siap jika nantinya para penumpang ditemukan dalam kondisi sudah meninggal. (Baca: Korban Air Asia, Belum Ada Pembicaraan Asuransi)
Sementara itu, Frilya menambahkan, beberapa keluarga korban berada di fase denial (penolakan). Mereka tidak percaya bahwa keluarganya yang menjadi penumpang AirAsia meninggal. Atau, mereka tidak percaya bahwa pesawat AirAsia yang sebelumnya dinyatakan hilang, telah mengalami kecelakaan.
"Ada juga keluarga korban yang dalam fase bargaining, semacam tawar-menawar, tentang keadaan yang sebenarnya," ujar Frilya.
Para keluarga korban AirAsia yang berada di ruang antemortem didampingi sembilan psikiater yang terbagi dalam tiga sif, yaitu sif pagi, siang, dan malam. "Kami di sini untuk mendampingi keluarga korban, baik yang dewasa maupun yang masih anak-anak," ujar Frilya.
EDWIN FAJERIAL
Berita Terkait:
Korban Air Asia, Belum Ada Pembicaraan Asuransi
KNKT Perlu Selidiki Buku Panduan Darurat Air Asia
Cara Pemkot Surabaya Hibur Keluarga Korban AirAsia
Air Asia Jatuh, KNKT: Tunggu Hasil Investigasi
BMKG: Air Asia Terbang Tanpa Bawa Laporan Cuaca