TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Kosgoro, Bambang Wiratmadji Soeharto, sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan Bambang diduga bersama-sama atau turut serta dengan anak buahnya yang sudah jadi terdakwa, Lusita Ani Razak, memberikan sesuatu kepada Kepala Kejari Praya, Subri, dengan maksud melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena jabatannya. (Baca: KPK Periksa Djoko Susilo di Penjara Sukamiskin)
"Penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan BWS dari swasta sebagai tersangka," kata Johan di kantornya, Jumat, 12 September 2014. Peran Bambang, ujar Johan, dalam konteks ini bisa saja sebagai pemberi perintah atau koordinasi bersama-sama melakukan pemberian hadiah atau janji.
Bambang, kata Johan, disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman maksimalnya 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. (Baca: KPK: Nasib Bambang Soeharto Tunggu Pengumuman)
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Subri bersama Lusita di sebuah hotel di Lombok. Saat itu, KPK menemukan duit dolar sejumlah US$ 16.400 dan Rp 23 juta.
Pemberian duit itu diduga untuk pengurusan perkara terkait dengan pidana umum, yakni pemalsuan sertifikat tanah di Lombok Tengah. (Baca: Kasus Hutama Karya, KPK Periksa Pejabat Kemenhub)
"Kemudian ada dugaan untuk menyuap," ujar Johan. Bekas Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilihan Umum Partai Hati Nurani Rakyat itu merupakan bos Lusita, Direktur PT Pantai Aan. Nama Bambang juga masuk dalam dakwaan jaksa KPK terhadap Lusita, sebagai orang yang secara bersama-sama menyuap Subri.
Suap dilakukan supaya Kejari Praya mempercepat putusan perkara Along jilid I dan mendesak agar jaksa segera melakukan penahanan pada perkara Along jilid II. Perkara itu terkait dengan penyerobotan tanah di Desa Selong Belanak, Kecamatan Praya Barat.
Perkara bermula dari pelaporan Bambang ke kepolisian terhadap Along alias Sugiharta atas dugaan pemalsuan sertifikat lahan. Perkara lalu disidang di PN Praya. Majelis hakim dipimpin Sumedi dengan anggota, Anak Agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santini. Adapun penuntutnya dipimpin Apriyanto Kurniawan.
Belakangan, diketahui duit Lusita tak hanya mengalir ke Subri. Dalam surat dakwaan tersebut terungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Lombok Timur Deni Septiawan, jaksa Aprianto Kurniawan yang menjabat Kepala Seksi Pidana Khusus PN Praya, dan bekas hakim PN Praya, Desak Ketut Yuni, ikut kecipratan duit Lusita.
Menurut Johan, kasus ini tak berhenti pada penetapan Bambang sebagai tersangka. "Masih dikembangkan, ya," ujar Johan. Penasihat hukum Bambang saat berkasus di Praya, Muhammad Busairi, tidak menjawab telepon dari Tempo.
Istri Bambang, Lenny Marlina, mengaku baru tahu status hukum suaminya dari Tempo."Kata siapa tersangka? Denger dari mana?," ujarnya. Menurut Lenny, suaminya itu kini sedang sakit. "Sakit jantung dan jatuh. Kakinya patah," kata Lenny. Tensi darah Bambang juga tinggi, yakni 185/125. Karena itu, dia tidak memberitahu Bambang ihwal penetapan status hukumnya menjadi tersangka.
LINDA TRIANITA
Terpopuler lainnya:
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
Ini Keunggulan iPhone 6 Ketimbang iPhone Lama
Benda Ini Wajib Dibawa Jokowi-Iriana ke Istana
Hari Ini, Harga Elpiji Naik Rp 18 Ribu per Tabung