TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi bersepakat untuk mengusut kasus dugaan suap proyek percetakan uang kertas rupiah di Note Printing Australia pada 1999 atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Komunikasi antara KPK dan pemerintah Australia akan dimulai setelah Kementerian Sekretariat Negara mengirimkan surat resmi pemintaan pengusutan.
"Sudah melalui telepon. KPK intinya setuju ikut mengusut," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, kemarin. (Baca: Soal Wikileaks, SBY Minta KPK Kontak Australia)
SBY sendiri, dalam pembukaan rapat terbatas, menyatakan sangat serius dengan permintaan kepada KPK untuk mengusut kasus tersebut. Ia mengklaim pengungkapan kasus pencetakan uang akan membuktikan sejumlah isu dan kabar yang turut menyeret namanya dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri.
Wikileaks mengeluarkan dokumen yang berisi mengenai intervensi pemerintah Australia terhadap pengusutan kasus pencetakan uang Indonesia, Malaysia, dan Vietnam di negara itu. Australia berdalih, kasus ini melibatkan sejumlah petinggi tiga negara tersebut yang berpotensi menimbulkan ketegangan hubungan antarnegara. (Baca: Ini Jawaban Australia Soal Bocoran Wikileaks)
SBY bahkan menggelar konferensi pers khusus di kediamannya, Puri Cikeas, pada 31 Juli 2014 untuk membantah dokumen Wikileaks. Ia menuding Wikileaks dan beberapa media menyebarkan fitnah. Sebab, pada tahun tersebut, dirinya masih aktif sebagai perwira TNI.
"Kalau memang ada warga Indonesia yang terlibat, harus diusut dan diproses hukum tanpa pandang bulu," ujarnya. (Baca: Dituding Wikileaks Terima Suap, SBY Bela Megawati)
Sudi menuturkan KPK dapat ikut dalam proses pengusutan kasus di Australia karena sifatnya hanya memberikan bantuan. Pengusutan oleh KPK juga menjadi penting jika pelaku dan tempat kejadian berada di Indonesia.
FRANSISCO ROSARIANS
Terpopuler
ISIS Hancurkan Makam Nabi Yunus, Ini Alasannya
Sekjen PBB Frustasi Hadapi Israel-Hamas
Pendukung ISIS Menyebar di Negara ASEAN