TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia perlu mencari sistem ujian nasional yang lebih representatif. Demikian kesimpulan Profesor Eero Popo, praktisi pendidikan di Sekolah Pendidikan-Universitas Tampere, Finlandia, di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2014.
Profesor Eero Ropo berbagi pengalaman dengan para praktisi pendidikan di Indonesia dalam seminar tentang sistem dan pengalaman pendidikan yang digelar kedutaan Finlandia ini. "Memang dalam hal sistem ujian tak ada yang salah atau benar," kata Eero Popo, Rabu, 21 Mei 2014.
Data menunjukkan kelulusan siswa SMA tahun ini mencapai 99,52 persen dari total 1.632.757 siswa. Artinya, ada 7.811 siswa tidak lulus. "Ini menunjukkan ada yang tidak pas dalam sistem ujian nasional dan perlu dicari sistem yang lebih mewakili," kata Eero Popo. (Baca: Peraih Nilai UN Tertinggi Hanya Belajar di Rumah)
Finlandia tidak menerapkan sistem ujian nasional. Namun guru dan sekolah diminta mengevaluasi perkembangan anak didik secara menyeluruh. Acuan ujian nasional memang disediakan pemerintah, tetapi sekolah tidak diwajibkan mengikuti sistem tersebut. Keunikan pendekatan guru dan sekolah diberi ruang, termasuk dalam hal standar penilaian.
Sistem pendidikan yang menyeluruh ini bertujuan mendorong potensi siswa berkembang lebih baik. Ada tiga jurus utama yang dilakukan para guru di Finlandia. Pertama, mengajak murid untuk merasakan pengalaman (experience). Pelajaran lebih banyak bersandar pada praktek, bukan sekadar klasikal.
Jurus kedua adalah ingenuity, yakni mendorong murid mencari solusi kreatif saat menjumpai persoalan. Ketiga adalah keberanian (courage). Murid diajarkan berani bertindak dan menerima risiko. "Kesalahan tentu terjadi saat bereksperimen, itu wajar. Kita belajar melalui kesalahan," kata Riitta Juusenaho, Direktur Proyek Pendidikan di Kota Tampere.
Riitta Juusenaho juga menekankan bahwa kita hidup di zaman milenium. Zaman berubah, tantangan jauh lebih kompleks dan berbagai hal terkait. Guru, karena itu, berperan sebagai fasilitator belajar, bukan lagi penceramah yang gemar menakuti murid dengan berbagai hukuman. Inovasi, kreativitas, dan otentik adalah lingkungan belajar yang harus diciptakan para guru.
"Pendidikan adalah segalanya bagi kami, para guru. Semangat itu yang ingin kami tularkan," kata Juusunaho. Semangat menjadi pendidik yang berdedikasi inilah yang menjadikan Finlandia selalu berada pada peringkat teratas dalam survei PISA, yang diselenggarakan di 500 ribu sekolah di seluruh dunia. (Baca: 10 Provinsi dengan Ketidaklulusan SMA Tertinggi)
MARDIYAH CHAMIM
Berita Terpopuler
Mahfud Dijanjikan Jabatan Lebih dari Menteri
Kecewa pada PKB, Mahfud: Selesai Tugas di Partai
ITB Tak Otomatis Terima Siswa Bernilai UN Tinggi