TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Franz Magnis-Suseno mengatakan mantan presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almarhum) telah mendobrak sendi-sendi intoleransi terhadap keanekaragaman di Indonesia. Namun Romo Magnis meminta Indonesia tak bergantung pada sosok Gus Dur untuk mengikis sikap intoleransi.
"Tak ada orang seperti dia. Tapi pasti ada generasi baru yang melanjutkan perjuangan Gus Dur," kata Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu kemarin, usai menghadiri haul Gus Dur ke-4 di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Romo Magnis mengakui, Indonesia memang sangat kekurangan tokoh panutan dalam soal toleransi sepeninggal Gus Dur. Buktinya, ada banyak peristiwa intoleransi terhadap kelompok minoritas di negeri ini sepeninggal Abdurrahman Wahid.
Namun Romo Magnis meminta warga Indonesia belajar saling menghormati dan menerima bahwa setiap kelompok yang hidup di Indonesia berbeda-beda. "Cita-cita itu bisa kita wujudkan dengan membuat negara sebagai negara hukum," kata Romo Magnis.
Menjelang pergantian pemimpin negeri tahun depan, Romo Magnis percaya akan ada sosok pemimpin yang mampu memimpin Indonesia yang sangat beragam ini. Rakyat Indonesia juga diminta tak perlu menjegal orang-orang yang mengajukan diri menjadi calon presiden pada Pemilu 2014.
Dalam soal konfliknya dengan Menteri Sekretaris Negara Dipo Alam beberapa waktu lalu, Romo Magnis mengaku sudah tak ada masalah lagi. Dia telah bertemu dengan Dipo dan bersalaman sebagai tanda berbaikan.
Beberapa waktu lalu, Romo Magnis mengkritik sebuah lembaga di Amerika Serikat yang memberikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tokoh toleransi. Romo Magnis menilai, lembaga itu kurang riset sebelum memberikan penghargaan tersebut kepada SBY. Dipo lantas mengkritik Romo Magnis dengan menyebut-nyebut Romo Magnis sebagai nonmuslim yang tak pantas mengkritik pemberian penghargaan buat SBY itu.
KHAIRUL ANAM