Nama-nama grup ludruk pun identik dengan nama-nama Jawa maupun Sanskerta yang digunakan institusi militer. Misal grup ludruk bentukan Kodim Jombang, Putra Bhirawa dan Bintang Jaya; ludruk Gema Tribatra binaan Brimob Balongsari; Teratai Jaya bentukan Pusdik Brimob Porong, Bhayangkara binaan Polres Jombang, Trisula Dharma binaan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) Lanud TNI AU Iswahjudi Madiun, dan sebagainya.
Nuansa kemiliteran kental dalam pementasan ludruk kala itu. "Bahkan setiap pementasan selalu dimulai dengan tembakan salvo," ujar Edy. Seakan itu sebagai pertanda atau kebanggan jika ludruk tersebut setia pada tentara atau pemerintah.
Di tahun 1970-an, mulai muncul grup-grup Ludruk diluar binaan institusi militer. Menurut Edy, keberanian kritik ludruk dari masa ke masa mengalami pasang surut. "Waktu Orde Lama, kritik pada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat sangat tajam," katanya. Namun sejak Orde Baru dan di bawah tekanan militer, kritik tersebut nyaris hilang. "Malah jadi corong Orde Baru, ada kritiknya tapi sifatnya kritik sosial," katanya. Era sekarang menurutnya, keberanian kritik ludruk tidak jelas.
Jumlah grup ludruk sekarang menurutnya jauh menurun dibanding saat Orde Lama, termasuk di Mojokerto dan Jombang. Selain akibat gejolak politik 1965, juga karena industri hiburan yang membuat ludruk terpinggirkan. Saat ini, jumlah grup ludruk yang masih aktif di Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto sekitar 16 grup. Sedangkan di Jombang yang merupakan tempat asal ludruk kini tersisa sekitar 35 grup dari sebelumnya sekitar 60 grup.
ISHOMUDDIN
Terhangat
Edsus LEKRA | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah
Berita Terkait
Begini Isi Prinsip 1-5-1 Lekra
Cerita Soal Markas Lekra
Begini Cara Lekra Memerahkan Ketoprak
Mengenang Njoto di Lekra