TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) akan melaporkan majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk kasus penggunaan frekuensi 3G milik Indosat ke Komisi Yudisial. Menurut dia, pihaknya melihat, ada kenakalan hakim dalam memvonis terdakwa mantan Direktur PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto.
"Persidangan selama 6 bulan dengan menghadirkan berbagai saksi tap hakim hanya bertumpu pada satu saksi. Bahkan kesaksian ahli mantan Menkominfo, Sofyan Djalil pun tak digubris," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sapto Anggoro, seusai acara konferensi pers di Hotel Four Season, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2013.
Senada dengan Sapto, Ketua Umum Mastel Setyanto P. Santoso menilai majelis hakim kasus IM2 telah bersikap parsial dengan hanya mengajukan keterangan saksi ahli yang memberatkan. Hakim justru mengabaikan keterangan saksi ahli yang diajukan penasehat hukum terdakwa.
Setyanto juga menilai majelis hakim telah berbuat semena-mena karena tidak mengindahkan pendapat resmi dari Kementerian Kominfo sebagai regulator. "Menafikan pendapat kementerian sama saja dengan menafikan UU 36 tahun 1999 tentang landasan bisnis pertelekomunikasian," tuturnya.
Kemarin, Indar Atmanto divonis hakim dengan kurungan selama 4 tahun dan denda Rp 400 juta subsider penjara 3 bulan. Hukuman hakim lebih rendah dibanding tuntutan jaksa, yaitu 10 tahun penjar dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.
Baca Juga:
Dalam pertimbangannya, ketua majelis hakim Antonius Widiantoro menyatakan IM2 tidak memiliki izin penggunaan jaringan frekuensi milik Indosat dan Indosat sebagai pemilikspektrum radio tidak boleh mengalihkannya ke pihak lain. Walau majelis hakim menilai Indar tidak memenuhi dakwaan memperkaya diri, majelis mewajibkan IM2 membayar kerugian negara akibat kerja sama antara PT Indosat Tbk. senilai Rp 1,358 triliun. Uang ganti rugi harus dibayar paling lama satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Ketua Umum APJII Sammy Pangerapan menyatakan dampak keputusan ini sangat besar. "Jika IM2 bersalah, maka ada lebih dari 200 penyedia jasa internet (Internet Service Provider) juga yang harus dinyatakan bersalah." Padahal ratusan ISP beroperasi dengan skala usaha kecil dan menengah.
Anggota Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menilai hakim keliru dalam mengambil keputusan. Menurut dia, hakim telah mengabaikan Peraturan Pemerintah no 52 tahun 2000 yang di dalamnya mengatur hubungan antara penyelnggara dan jasa telekominikasi.
ERWAN HERMAWAN
Topik Terhangat
Ramadan| Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | Bencana Aceh
Berita Lain:
Modus Baru, Bobol ATM Tanpa Mengurangi Saldo
Bos Sanex Steel Disebut Pernah Setor Anas 5 Miliar
Usut Korupsi, Jenderal Heru Malah Dihukum 6 Bulan
SBMPTN UGM tolak 62.088 Calon Mahasiswa