TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini dirundung prahara. Rabu, 30 Januari 2013, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia dituding terlibat kasus suap daging sapi impor.
Kasus ini membuat perhatian banyak orang kembali mengarah pada PKS. Sejak awal berdirinya, partai ini mengusung semangat dakwah dan antikorupsi. Karena itulah kasus suap yang kini merundung PKS amat mencoreng citra mereka. Kini, jadi tugas berat Presiden PKS yang baru, Anis Matta, untuk mengembalikan martabat partai dan meraih kembali simpati pemilih pada Pemilu 2014.
Nama PKS sendiri baru muncul pada Pemilu 1999. Ketika itu PKS bernama Partai Keadilan (PK). Kemunculan perdananya kala itu menarik perhatian banyak pengamat politik.
Peneliti politik, Burhanuddin Muhtadi, dalam bukunya berjudul Dilema PKS: Suara dan Syariah, menulis bahwa PK adalah satu-satunya partai yang ketika awal berdirinya punya struktur kepengurusan yang amat transparan.
"Partai ini terorganisir rapi dan memiliki agenda program yang jelas," tulis Burhanuddin.
Tak seperti partai Islam lain, yang bergantung pada ketokohan atau figur, PK mengedepankan egalitarianisme. Tak ada figur kunci yang amat dominan seperti Abdurrahman Wahid di Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya. Asas egaliterianisme ini memandang semua anggota partai sama, sederajat.
Tak cuma itu, PK juga mementingkan kekuatan kolektif dan tidak banyak memberi ruang bagi kemunculan tokoh karismatik. "PK menggalang basis dukungannya dari kalangan aktivis Tarbiyah," kata Burhanuddin. "Kebanyakan mereka berasal dari daerah perkotaan, terdidik, berusia muda, dengan pandangan agama yang ortodoks."
Tapi ternyata kemunculan PK tak mempesona sebagian pemilih Indonesia. Pada Pemilu 1999, suara mereka amat minim, yakni hanya 1,3 persen.
Seorang pengamat masalah politik Indonesia, Jim Schiller, yang meneliti PK di di Jepara, Jawa Tengah, menyatakan, partai ini dipandang terlalu eksklusif. Meski banyak kadernya militan dan terdidik, dalam pemilu nilai mereka sama saja dengan nilai suara rakyat biasa yang tak terdidik dan awam agama.
Aktivis PK belajar cepat dari kegagalan itu. Mereka beralih rupa menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada 2002. Pada pemilu legislatif 2004, PKS berhasil meraih 7,34 persen suara atau 45 kursi dari 550 kursi yang diperebutkan. Pencapaian itu dianggap luar biasa. Sejak itu, PKS terus menanjak menjadi kekuatan politik yang amat diperhitungkan di negeri ini.
CORNILA DESYANA