TEMPO.CO, Jakarta - Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Ruwaidah Afiaty membeberkan peran istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, dalam korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurut dia, terdakwa korupsi PLTS itu memiliki peran penting dalam proyek tersebut.
Menurut Ruwaidah, nama Neneng memang tak tercantum dalam struktur pengurus PT Anugrah Nusantara. Namun, dari keterangan para karyawan Anugrah yang telah diperiksa KPK, Neneng sering meminta mereka mencairkan cek. "Mereka menyatakan tak bisa melakukan itu (mencairkan cek) tanpa tanda tangan Ibu Neneng," ujar Ruwaidah saat diperiksa sebagai saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 22 Januari 2013.
Karena itu, kata Ruwaidah, bisa disimpulkan jika Neneng punya kuasa untuk mencairkan duit proyek yang disimpan dalam rekening PT Alfindo Nuratama Perkasa, pemenang tender proyek itu. Padahal, rekening tersebut dibuka oleh Direktur Utama Alfindo, Arifin Ahmad. "Yang berperan menguasai keuangan PT Anugrah termasuk rekening Alfindo adalah terdakwa," ujarnya.
Saat melakukan konfirmasi pada Arifin, dia juga mengetahui jika Alfindo yang menjadi pemenang proyek tak pernah mengerjakan tender tersebut. Proyek dikerjakan oleh PT Sundaya Indonesia dari awal hingga akhir. "Diakui Arifin Ahmad, perusahaannya dipinjam dan tidak terlibat sama sekali dari awal proses sampai realisasinya," katanya.
Akibat pengalihan tersebut, katanya, negara dirugikan Rp 2,7 miliar. Ini dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan negara sebanyak RP 8 miliar, dikurangi nilai kontrak Rp 5,2 miliar.
Neneng Sri Wahyuni didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dalam proyek PLTS. Dia juga dituding mengalihkan pekerjaan dari pemenang proyek PT Alfindo Nuratama Perkasa pada PT Sundaya Indonesia. Tindakan ini disebut merugikan negara sebanyak Rp 2,729 miliar.
NUR ALFIYAH