TEMPO.CO , Jakarta: Kepolisian Daerah Lampung menangkap dua orang yang menjadi penjual dan pembeli senjata api dan puluhan amunisi. Jual beli terungkap setelah polisi menggagalkan pengiriman senjata api dari Bandar Lampung ke Sleman, Yogyakarta di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan Rabu, 17 Oktober 2012 lalu.
"Senjata yang diperjualbelikan bukan rakitan tapi masih baru dan buatan pabrik dari Jerman, Brasil dan Rusia," kata Kepala Polda Lampung Brigadir Jenderal Jodie Rooseto, Rabu, 24 Oktober 2012.
Kedua tersangka yang dibekuk adalah Perry Widyonarko bin Suharto, 38 tahn, warga Jalan Pahlawan Nomor 44, Kelurahan Surabaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung dan Arta Yuli Setiananda bin Setiahadi, 32 tahun, warga Dusun Krapya, Desa Triharjo, Sleman Yogyakarta. Mereka bertindak sebagai penjual dan pembeli. "Awalnya kami menangkap Arta Yuli Setiananda sebagai pemesan barang di loket bus Lorena, di Jl. MT. Haryono, Yogyakarta," katanya.
Arta memesan senjata pistol jenis revover bikinan Rusia dengan 6 butir peluru kaliber 4,5 milimeter. Di alamat pemesan, Arta Yuli menggunakan nama samaran Ananda Genesha. "Dia mengaku baru pertama kali membeli senjata illegal dan mengaku akan dijual kembali ke anggota Persatuan Menembak Indonesia," katanya.
Di hadapan polisi, Arta mengaku tidak mengenal dan bertemu penjual karena hanya dihubungkan dalam dunia maya lewat situs jejaring sosial Facebook. Polisi tidak kehilangan akal lalu. Mereka melacak jejaring sosial itu. "Kami berusaha mencari tahu pemilik akun yang memajang berbagai jenis senjata itu. Hingga akhirnya pemilik akun membuka diri dan diketahui alamatnya," kata Kepala Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Tatar Nugroho.
Polisi lantas menggerebek kediaman Perry Widyonarko yang mempunyai nama samaran David Widyananda di Bandar Lampung, Ahad 21 Oktober 2012 lalu. Dari rumah tersangka polisi menemukan dua pucuk senjata jenis F-N bikinan Jerman dan Brasil beserta 7 butir peluru kaliber 4,5, 13 butir peluru kaliber 7,65, dan magasin senapan serbu laras panjang berisi amunisi serta asesoris senjata api.
"Tersangka mengaku mendapatkan pasokan senjata dari sebuah situs jual beli online. Bisa jadi terhubung ke jaringan luar negeri," kata Tatar Nugroho.
Arta Yuli yang calon advokat itu mengaku membeli senjata dengan harga Rp 10 juta. Uang itu dibayar melalui transfer bank dua kali. "Pertama sebagai uang jadi dan kedua setelah barang diterima," kata dia.
Dia mengaku membeli senjata api untuk dijual kembali ke seseorang yang mengaku sebagai anggota Perbakin. Pembelian itu dilakukan setelah mendapat pesanan dan mencari di internet hingga terhubung dengan Perry di situs jejaring sosial. "Saya pikir diperbolehkan dan legal," katanya.
Polisi akan menjerat kedua tersangka dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951. Keduanya terancam hukuman minimal lima tahun.
NUROCHMAN ARRAZIE
Berita Terpopuler
Berapa Kerugian Hambalang versi KPK?
Nasib GKI Yasmin Masih Tak Menentu
Suap Proyek Al-Quran Mengalir ke Gema MKGR
Wartawan Lokal Tak Bisa Liput SBY di Balikpapan
Pemilih Aburizal Sedikit, Golkar Jadikan Evaluasi