TEMPO.CO, Cilacap - Baheng bertubuh besar dengan kulit hitam terbakar matahari. Dia sudah menjadi pemburu hiu selama 5 tahun. Dia menyatakan pernah berburu hiu hingga perbatasan Pulau Christmas.
Dia juga biasa berburu hingga perairan Aceh, Bali, dan Nusa Tenggara. Sekali melaut, dia membawa bekal Rp 20 juta. Di laut, minimal dia berburu selama 20 hari. Tapi dia lebih sering berburu hingga setengah tahun alias 6 bulan. “Ada kapal lainnya yang akan mengambil hasil tangkapan dan mengirimkan perbekalan,” katanya, Kamis 27 September 2012. Sekali jalan, kata Baheng, dia pergi bersama 12 kru lainnya.
Baheng menambahkan, sekali berburu dia membawa 300 kail hiu. Satu kail panjang talinya mencapai 10 meter. Untuk memancing hiu, kata Baheng, dia menggunakan ikan yang sudah dipotong-potong sebagai umpan. Baginya memancing hiu bukanlah perkara sulit. Dalam sebulan, dia bersama krunya biasanya mampu menangkap hiu sebanyak 2 ton. Hiu paling besar yang pernah ditangkapnya seberat 1,5 kuintal. Meski hiu hewan yang cukup ganas, dia mengaku tidak pernah digigit oleh binatang yang masuk kategori predator puncak itu. Hiu yang sudah terkait kail langsung ditarik dengan jaring hidrolik untuk kemudian dibekukan dengan balok es.
Hiu mudah ditangkap jika perairan tenang. Selain itu, arus laut yang tenang memudahkannya untuk menangkap hiu. Namun, setahun belakangan ini, cuaca buruk kerap membuat hasil tangkapannya berkurang. Baheng mengatakan, saat ini, ikan hiu sudah susah didapat di daerah perairan dangkal. Bahkan di perairan lepas juga sudah mulai banyak berkurang. Selain dampak cuaca, perburuan hiu di laut lepas saat ini sedang booming. “Hampir semua kapal yang saya temui di lautan berburu hiu,” katanya.
Ngatiyem menyebutkan, hampir seluruh bagian ikan hiu laku dijual. Tulang belakang tanpa daging saja laku dijual Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan untuk kulit ekor, Baheng menjualnya seharga Rp 12 ribu per kilogram. “Untuk sirip hiu, itu rahasia perusahaan,” ujar Ngatiyem. Dia mengatakan, sirip ikan hiu, yang disebutnya mahal, banyak diburu oleh warga Korea, Jepang, dan warga Asia Timur lain. Sirip tersebut, lebih banyak diekspor ketimbang dijual ke warga dalam negeri.
Muhammad Nasrul, pemilik warung makan sirip ikan hiu di bilangan Purwokerto, mengatakan saat ini, susah mencari daging hiu di Cilacap. “Saat ini saya mencarinya di Pangandaran,” katanya.
Nasrul, mantan chef di kapal pesiar selama 7 tahun, mengatakan sirip ikan hiu memang menjadi menu favorit pelancong dari Asia Timur. Sirip hiu yang beratnya kurang dari 1 kilo itu bahkan harganya cukup mengerikan. Untuk hiu tertentu, satu sirip hiu bahkan dijual dengan harga hingga Rp 15 juta.
Nasrul saat ini hanya mampu membeli ikan hiu dengan ukuran 28 kilogram dengan harga Rp 250 ribu. Hiu yang kelihatan masih bayi tersebut, oleh Nasrul, dibuatkan sup ikan hiu yang dijual Rp 15 ribu per mangkuknya. Di Indonesia, kata Nasrul, sup sirip hiu mulai digemari beberapa tahun belakangan. Dia sesekali mendapat pesanan untuk dibuatkan sup sirip hiu. Kalangan pejabat dan pengusaha yang biasa memesan sup tersebut.
ARIS ANDRIANTO
Berita Terkait:
Kenalkan, Cumi Vampir dari Neraka
Bison Koleksi Kebun Binatang Surabaya Mati
Orangutan Perokok Beranak
Melacak Penyu Tempayan Lewat Darah
Ikan Paus 7 Meter Terdampar di Bima