TEMPO.CO, Jakarta - Selain dikenal sebagai pendiri Indische Partij, partai politik pertama di Hindia Belanda, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker juga dikenal sebagai penulis yang kerap mengkritik penjajahan Belanda.
Sebelum akhirnya mendirikan penerbitan De Expres untuk mendukung pergerakan partainya, Douwes Dekker pernah bekerja di berbagai surat kabar berbahasa Belanda, yaitu De Locomotief, Soerabaia Handelsblad, dan Bataviaasch Nieuwsblad.
Bakat menulisnya mulai terlihat sejak usianya masih remaja. Ketika masih bersekolah di Hogere Burger School Batavia, ketika usianya 14 tahun, dia telah menulis buku Gedenkboek van Lombok (Buku Peringatan dari Lombok). Buku itu bercerita tentang tanah Lombok dengan pantai nan indah.
Bahan tulisannya didapat dari isi telegram seorang teman yang menuturkan perjalanan menengok kakaknya dan meninggal di pulau itu.
Meskipun buku itu tak pernah diterbitkan, ibunya cukup bangga. "Dari tulisanmu, akan lahir seorang penulis, anakku," kata ibunya saat membaca tulisan Douwes Dekker, seperti dalam dalam Majalah Tempo edisi khusus Douwes Dekker memperingati kemerdekaan 17 Agustus ini.
Frans Glissennar, penulis biografi Het leven van E.F.E. Douwes Dekker, mencatat bahwa DD, biasa Douwes Dekker disapa, mulai senang bercerita lewat tulisan sejak usia sembilan tahun.
"Dia memulai kegemaran menulis sejak bisa membaca," tulis Glissenaar. Sejarawan ini menduga kegemaran DD ini ada pengaruh Eduar Douwes Dekker, penulis novel Max Havelaar, yang dikenal dengan nama pena Multatuli. Eduar adalah adik kakek Dekker.
Baca selengkapnya Laporan Khusus Tempo Edisi Kemerdekaan di sini.
TIM TEMPO | RINA WIDIASTUTI
Berita terkait:
Douwes Dekker: Inspirasi Revolusi Indonesia
Tur ke Jawa, Douwes Dekker Menyiarkan Indische Partij
Douwes Dekker Bangkitkan Nasionalisme Pelajar STOVIA
Arti Penting Indische Partij untuk Revolusi Indonesia