TEMPO.CO, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengklaim pemilik Gunung Ijen dengan memasukkan kawasannya ke dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031.
Hingga kini belum ada penetapan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur maupun Kementerian Dalam Negeri. Gunung ini juga diklaim Pemerintah Kabupaten Bondowoso.
Kepala Sub-bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banyuwangi, Wahyudiono, mengatakan, Pemerintah Banyuwangi tetap meyakini bahwa Gunung Ijen menjadi milik mereka. Karena itu, kata dia, pemanfaatan Gunung Ijen yang masuk di Raperda RTRW antara lain terkait proyek Geothermal, potensi wisata dan eksploitasi penambangan belerang.
Wahyudiono mengatakan, dari 92 hektare kawasan paltuding yang dipakai area transit wisatawan, 71 hektare di antaranya dikelola oleh Banyuwangi. Karena itu tahun ini Pemerintah Banyuwangi mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 1 milliar untuk pembangunan rest area dan toilet internasional. Selain itu, pendapatan dari PT Candi Ngrimbi yang mengeksploitasi belerang di Gunung Ijen sudah lama masuk ke Banyuwangi.
Menurut Wahyudiono, klaim Pemerintah Banyuwangi menjadi pemilik Gunung Ijen diperkuat dengan sejumlah bukti sejarah berupa enam peta tapal batas buatan Belanda.
Enam peta Belanda itu yakni Besoeki Afdeling 1895, Idjen Hooglan 1920, Java Madura 1942, Java Resn Besoeki 1924, Java Resn Besoeki 1924 Blad XCIII C, dan Java Resn Besoeki 1925.
Sementara Kabupaten Bondowoso berpijak pada peta milik Badan Kordinasi Survei dan Pemetaan Nasional tahun 2000. Dalam peta ini, Gunung Ijen setinggi 2.443 dari permukaan laut itu dibagi dua, masing-masing menjadi milik Banyuwangi dan Bondowoso.
Menurut Wahyudiono, bila akhirnya Menteri Dalam Negeri memutuskan Gunung Ijen menjadi milik Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi akan mengkaji lagi Peraturan soal tata ruang yang disahkan Kamis,19 April 2012. "Pengkajian tata ruang lima tahun sekali," kata dia.
IKA NINGTYAS