TEMPO.CO, Jakarta- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi. "Adabeberapa pertimbangan hingga kami meminta penundaan," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa 10 April 2012.
Pertimbangan tersebut di antaranya mengenai pengaturan konsep konvergensi pengetahuan secara global, transformasi demokrasi, dan persiapan pemimpin masa depan. Ia mengatakan pemerintah mengusulkan penambahan klausula pasal sehingga ketiga konsep tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
"Jadi bukan untuk mengubah draf yang sekarang, tetapi menambahkan substansi drafnya," kata M. Nuh. Ketiga konsep tersebut ia anggap penting untuk diatur karena adanya tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan secara global.
Misalnya pengaturan konsep konvergensi ilmu pengetahuan, ia menjelaskan seluruh bentuk informasi dari negara lain akan masuk ke dalam negeri dan menjadi ilmu pengetahuan. Untuk mencegah lunturnya budaya asli bangsa akibat berbagai ilmu itu, maka diperlukan aturan yang jelas sehingga kebudayaan bangsa tidak kerdil di negara sendiri.
Ia sendiri belum dapat memberikan bagaimana redaksional mengenai konvergensi ilmu pengetahuan itu. "Konsep ini memang berkaitan erat dengan konsep internasionalisasi pendidikan tinggi," kata dia.
Baca Juga:
Rencana dia, RUU tersebut akan mengatur agar pengetahuan Indonesia juga dapat berkembang ke manca negara. Misalnya dengan pembangunan pusat-pusat kebudayaan di luar negeri.
Sedangkan konsep transformasi demokrasi ia jelaskan perlu dimasukkan pula demi menjamin ketersediaan akses publik terhadap perguruan tinggi. Sehingga dapat menjamin perlindungan dan pemenuhan yang sama terhadap hak-hak dasar masyarakat terhadap pendidikan tinggi.
Konsep persiapan dan pembinaan calon pemimpin bangsa juga ia nilai perlu dicantumkan dalam RUU tersebut. Tujuannya agar RUU ini juga dapat memberikan pengaturan bagi perguruan tinggi untuk mencetak calon-calon pemimpin.
"Kami meminta penangguhan pengesahan karena perannya yang sangat strategis dalam pengaturan pendidikan tingginya," kata M. Nuh. Dengan penundaan tersebut, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mendapatkan waktu lebih banyak untuk menyusun klausul pasal dengan lebih sempurna.
Ia mengatakan waktu pengesahan RUU itu memang sangat sempit. Namun, kata dia, bukan berarti hal itu dapat dijadikan alasan untuk terburu-buru mengesahkan RUU yang ia nilai sangat penting tersebut.
Terlebih lagi, draft RUU terakhir baru selesai pada 4 April lalu. Ia menilai diperlukan waktu bagi semua pihak untuk mengkaji draft tersebut demi membuat undang-undang yang sempurna dan menekan kemungkinan adanya revisi undang-undang. "Karena lebih berat merevisi dari pada membuat undang-undang baru," kata dia.
Berdasarkan penjelasannya, Senin malam lalu dilakukan rapat kerja antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Hukum dan HAM. Agenda sebenarnya rapat tersebut adalah untuk mengesahkan RUU Pendidikan Tinggi di tingkat komisi agar dapat dibawa ke rapat paripurna.
Namun malam itu pihak pemerintah meminta pengesahan RUU itu diundur. Nuh mengatakan hal ini telah disepakati oleh DPR dan pemerintah. Dengan demikian RUU ini juga kemungkinan besar batal masuk paripurna. Rencananya rapat kerja akan dilanjutkan malam ini di DPR.
RAFIKA AULIA