TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta semua kabupaten/kota di wilayahnya masih meneruskan pengelolaan sekolah menengah atas kendati undang-undang sudah memindahkan pengelolaannya pada pemerintah provinsi.
“Pemberlakuan itu menunggu keputusan pusat,” kata dia di depan semua perwakilan pemerintah kabupaten/kota yang sengaja dikumpulkan di Gedung Sate, Bandung, Kamis, 21 Mei 2015.
Administrasi pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat akan berpindah dari kota atau kabupaten, ke pemerintah provinsi di Jawa Barat. Rencananya hal itu akan dilakukan mulai depan sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, manajemen pengelolaan SMA, SMK, Madrasah Aliyah, berpindah ke pemerintah provinsi. Pemerintah Kota dan Kabupaten masih bertanggung jawab terhadap pengelolaan SD hingga SMP sederajat.
Menurut Aher, sapaan Ahmad Heryawan, pemerintah Jawa Barat sudah mengirimkan permintaan pada pemerintah pusat untuk mempercepat pemindahan pengelolaan SMA itu agar bisa dilaksanakan per 1 Januari 2016. Pemerintah pusat sendiri memutuskan pemindahan itu akan dilakukan pada 2016-2017. ”Ini masa transisi, belum ada keputusan,” kata dia.
Menurut dia, permintaan percepatan itu sudah dilayangkan pada sejumlah kementerian. "Kami menginginkan percepatan dan akan menyiapkan persyaratannya selengkap mungkin, tapi ujungnya tergantung pemerintah pusat,” kata Aher.
Dia meminta, sambil mempersiapkan percepatan itu, pemerintah kabupaten/kota tetap menganggarkan pembiayaan rutin SMA di wilayahnya masing-masing. “Penganggaran jalan terus, jika akhir tahun disetujui, dan masuk ke provinsi, tinggal anggaran di kabupaten/kota dicoret. Bahaya kalau persetujuan gak jadi, anggaran tidak ada,” kata Aher.
Soal penerimaan siswa baru, dia minta juga dilaksanakan seperti biasa kendati dia menerbitkan Peraturan Gubernur tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk SMA. “Itu menjadi rujukan saja, kebijakan lokal dipersilahkan pada bupati/walikota masing-masing. Silakan jalan terus,” kata Aher.
Aher mengatakan, persiapan pengalihan itu sekaligus untuk menata aset SMA yang nantinya akan diserahkan pada pemerintah provinsi. “Ini kami jadikan momentum penataan aset,” kata dia.
Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat Hamonongan Simarmata mengingatkan, pengalihan pengelolaan Sekolah Menengah Atas akan membebani pemerintah provinsi. “Banyak aset sekolah yang bermasalah,” kata dia di Bandung, Kamis, 21 Mei 2015.
Simarmata mengatakan, pemindahan aset SMA yang selama ini dikelola pemerintah kabupaten/kota akan memindahkan juga masalahnya. Dia mencontohkan, mayoritas pemerintah kabupaten/kota gagal mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) gara-gara masalah aset. “Termasuk masalah aset pendidikan,” kata dia.
Kendati baru delapan daerah yang tuntas mengirimkan laporan rinci soal aset SMA, BPKP mendapati sejumlah aset sekolah bermasalah. Diantaranya, sekolah berdiri di atas lahan bukan milik pemerintah, bahkan ada yang didirikan di atas tanah desa; dan yang paling berat ditemukan SMA yang statusnya menumpang. “Ada SMA yang nebeng di SMP,” kata Simarmata.
Simarmata mengatakan, membereskan masalah itu, pemerintah provinsi Jawa Barat harus menyiapkan dana untuk membereskan soal lahan. “Misalnya harus ada pembebasan aset, atau pembelian aset baru,” kata dia.
Di pertemuan itu mengemuka persoalan aset di sejumlah daerah. Di Kuningan misalnya, sejumlah sekolah berdiri di atas tanah desa dan pemerintah daerahnya rutin membayar sewa lahannya pada kas desa. Selebihnya menanyakan soal penganggaran, masih mencatumkan pembiayaan SMA atau tidak, hingga keraguan meneruskan seleksi kepala sekolah untuk mengganti kepala sekolah lama yang sudah masuk masa pensiun.
AHMAD FIKRI