Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kembali menegaskan tak ada penggelembungan pembelian enam pesawat tempur Sukhoi asal Rusia. "(Mark up) itu tidak benar," kata Purnomo di kantornya, Jakarta, Selasa, 6 Maret 2012.
Menurut dia, Kementerian berencana membangun satu skuadron Sukhoi dengan menambah enam pesawat untuk melengkapi 10 pesawat yang sudah ada. Pembelian pertama kali dilakukan pada 2007 melalui sistem kontrak. "Sekarang ada kontrak lagi untuk tahun 2012."
Harga pesawat yang dibeli tahun ini, kata dia, berbeda dengan harga 2007. Tapi, perbedaannya tak banyak karena selisih harga digunakan untuk meng-cover inflasi atau eskalasi harga. "Jadi tak ada perbedaan harga yang cukup besar lalu di-mark up," katanya.
Sebelumnya, lembaga penggiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch menilai pembelian Sukhoi jenis SU-30 MK2 dari Rusia janggal. Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menduga ada keterlibatan pihak ketiga yakni JSC Rosoboronexport Rusia, dengan agen lokal PT Trimarga Rekatama. Akibatnya, harga per unit melambung dari US$ 55 juta pada 2010 menjadi US$ 83 juta pada 2011. Diperkirakan, agen mendapat untung 15-20 persen dari harga barang. Adnan memperkirakan potensi kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun.
Purnomo membantah adanya agen dalam pembelian itu. Ia mengakui pembelian langsung ke Rosoboronexport. Itu pun berdasarkan penunjukan dari pemerintah Rusia. Purnomo mengaku tak tahu peran Trimarga Rekatama dalam pembelian itu. "Apa itu? Broker di mana?"
Dia menyatakan proses pembelian enam pesawat dilakukan bertahap dan berjenjang. Prosesnya dimulai dari TNI Angkatan Udara, dilanjutkan ke TNI, baru ke Kementerian Pertahanan. Tiadanya penggelembungan juga terlihat dari pengawasan high level committe yang dipimpin Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan tim konsultasi pencegahan penyimpangan pembelian barang dan jasa pemerintah. Ada juga pengawasan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Perwakilan Rakyat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan media. "Jadi ketat sekali. Yang mengawasi kami banyak," kata Purnomo.
PRIHANDOKO