TEMPO Interaktif, Jakarta - Tindakan konyol dilakukan oleh Ketua DPR Marzuki Alie dan anggota DPR Meutya Hafid. Lewat akun Twitter, keduanya saling serang. Persoalannya adalah anggota DPR Nurhayati Assegaf tak didukung Marzuki sebagai calon Presiden Inter-Parliamentary Union (IPU) ke 125 di Bern, Swiss. Salah satu agenda dari perwakilan 157 negara itu adalah pemilihan presiden periode 2011-2014. Tapi Marzuki melalui suratnya justru mendukung delegasi Maroko.
Politikus Partai Golkar, Meutya Hafid, mengaku terganggu dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie bahwa delegasi Inter-Parliamentary Union Indonesia berangkat dan bertindak sendiri. "Jangan lupa, dasar hukum delegasi adalah surat keputusan pimpinan DPR, yang diteken sendiri oleh Marzuki Alie," kata Meutya dalam surat elektronik yang dikirimkan kepada Tempo, Sabtu, 15 Oktober 2011.
Surat pendelegasian dari Marzuki memberi mandat kepada delegasi untuk berperan mewakili Indonesia dalam pertemuan liga parlemen negara sahabat itu. Peraturan IPU mengatakan setiap anggota delegasi berhak mencalonkan diri menjadi presiden. Atas dorongan berbagai pihak dari Kuba dan House Speaker Ketua DPR New Zealand, serta pernyataan lisan sejumlah delegasi lain, kata Meutya, Nurhayati Assegaf resmi mendaftar. "Jelas dasarnya untuk mendukung, karena pendaftaran beliau sah secara hukum dan statuta IPU, serta Puteri Indonesia," kata dia.
Pada 5 Oktober, delegasi di ruang Badan Kerja Sama Antar Parlemen mempersiapkan agar Indonesia bisa mendapat kepercayaan setelah gagal pada pemilihan sebelumnya. Kala itu, Agung Laksono dikalahkan oleh wakil dari Namimbia. Namun setibanya di Bern, Swiss, Ketua DPR menyurati Maroko yang isinya mendukung Maroko. Meutya tak mengetahui siapa saja pimpinan DPR yang menyetujui pengiriman surat berkop DPR yang diteken Ketua DPR itu.
Di tengah masuknya banyak dukungan terhadap Indonesia, kata Meutya, surat dukungan Marzuki menjadi pukulan. Meskipun mendapat tembusan surat Ketua DPR, IPU menyarankan Indonesia tak mundur dari pencalonan. Alasannya, pencalonan tidak menyalahi statuta dan aturan pemilihan presiden. "Pencalonan tetap jalan, walau tentu secara psikis terkendala surat Ketua DPR yang mendukung Maroko," kata dia. "Surat di tangan perlemen negara lain membuat banyak pernyataan dari negara lain."
Meutya mempertanyakan adanya surat resmi dari Ketua DPR itu. "Istilahnya, jika pun tidak merestui pencalonan Indonesia, apa perlu membuat surat resmi yang "menjatuhkan" calon Indonesia," kata dia.
Masalahnya, kata Meutya, surat dukungan kepada Maroko dikeluarkan Marzuki Alie setelah Indonesia resmi mendaftarkan Nurhayati Assegaf, pimpinan BKSAP dari Fraksi Demokrat. Apalagi, kata dia, kepemimpinan DPR bersifat kolegial kolektif, bukan struktural. "Kami duduk sama rendah, sama tinggi, lembaga ini milik bersama, jadi saya sulit menerima jika saya dikatakan "melecehkan lembaga" seperti tweet beliau kepada saya ketika saya tetap mendukung pencalonan Indonesia di IPU," kata dia.
Menurut dia, apa pun alasan di balik surat itu, Indonesia telah resmi terdaftar sebagai calon Presiden IPU. "Maka akal sehat saya mengatakan kami harus mendukung, bukan justru, last minute mendukung negara lain," kata dia. "Kalaupun Ketua DPR berlindung dengan mengatakan itu hak pimpinan yang telah menyepakati pertanyaan saya, jika pun itu hak, apakah hak tersebut bijak/perlu digunakan untuk melawan calon dari negara sendiri. Di mana fatsun politik? Di mana logika?"
KARTIKA CANDRA