TEMPO Interaktif, Purwokerto - Puluhan masyarakat bersama mahasiswa Banyumas menggelar aksi mengumpulkan uang untuk menyumbang anak putus sekolah di Kabupaten Banyumas. Saat ini tercatat, sekitar 9.000 anak SMP tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena kesulitan biaya pendidikan.
“Gerakan koin untuk pendidikan ini dimaksudkan sebagai inspirasi masyarakat agar membantu saudara mereka yang tidak bisa melanjutkan sekolah,” ujar Koordinator Aksi, Muklas, Rabu, 12 Oktober 2011.
Saat ini, Muklas mengatakan, sangat tidak mungkin mengandalkan pemerintah untuk mengatasi masalah putus sekolah. Menurut dia, pemerintah lebih suka membuat anggaran daerah untuk belanja pegawai dibanding membiayai anak putus sekolah. Bahkan, APBD Banyumas saat ini hampir 70 persen digunakan untuk belanja pegawai.
Ia menambahkan, sekitar 37 persen anak usia sekolah di Banyumas tidak bisa melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Bahkan, beberapa pekan lalu seorang anak harus gantung diri karena tak bisa membayar SPP.
Muklas mengatakan, gerakan tersebut dinamakan "Gerakan Nyumbang Pemerintah untuk Putus Sekolah." Mereka mengajak seluruh warga Banyumas untuk membantu pemerintah Kabupaten Banyumas dalam menyediakan anggaran pendidikan sekolah.
Barid Hardiyanto, peserta aksi lainnya, mengatakan, dengan gerakan koin untuk pendidikan tersebut, diharapkan pemerintah lebih peka untuk menyelamatkan anak-anak putus sekolah. “Anggaran pendidikan harus 20 persen tanpa embel-embel gaji guru maupun pembangunan fisik,” katanya.
Ia menambahkan, pendidikan merupakan hak seluruh bangsa. Pemerintah, kata dia, wajib menyelenggarakan pendidikan bagi warganya. “Rakyat butuh kepastian, rakyat butuh sekolah,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Santoso Edy Prabowo mengatakan, dari total lulusan SD sebanyak 25.810 anak, hanya 24.344 yang mampu melanjutkan sekolah. Sementara, dari 24.000 lulusan SMP, hanya 16.000 siswa yang mampu melanjutkan ke jenjang SMA. “Kami sebenarnya mempunyai dana sebesar Rp 700 juta bagi anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah,” katanya.
Ia berharap agar sekolah swasta mau terjun ke masyarakat untuk mencari siswa yang tidak bisa sekolah. Pemerintah, kata dia, akan membantu pembiayaan anak putus sekolah yang mau bersekolah di sekolah swasta.
Menurut Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Purwokerto, Sony Susandra, penyebab utama putusnya anak sekolah, yakni faktor ekonomi. “Apalagi sekarang biaya pendidikan di SMA/SMK cukup tinggi sehingga membebani masyarakat,” katanya.
Selain itu, faktor ketersediaan lembaga sekolah juga belum mencukupi di Bnayumas. ”Jumlah SMA minimal harus sama dengan jumlah SMP,” ujarnya. Bila jumlahnya tidak seimbang, dikhawatirkan lulusan SMP ada yang tidak tertampung. “Apalagi bila ditambah lagi dengan lulusan SMP tahun-tahun sebelumnya,” kata Sony.
ARIS ANDRIANTO