TEMPO Interaktif, Jakarta - Komite Etik telah memperoleh kesimpulan hasil pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran etika empat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Kesimpulan dari pemeriksaan itu dinyatakan mereka tidak terbukti bersalah. Komite hanya menyimpulkan dua pegawai KPK yang terbukti melanggar etika.
Anggota Komite Etik, Nono Anwar Makarim membeberkan beberapa rekomendasi internal kepada KPK. Rekomendasi itu antara lain; Komite Etik meminta agar norma moral dan norma perilaku para pemimpin dan pegawai KPK harus dipisahkan dalam kode etik KPK. “Kedua norma itu, katanya, selama ini dicampur menjadi satu dalam aturan kode etik KPK,” katanya saat konferensi pers Komite di kantor KPK pada Rabu, 5 Oktober 2011, .
"Kalau ada pimpinan KPK melanggar norma perilakunya, makanya dia itu disebut melanggar kode etik, padahal yang dilanggar itu tata tertib di dalam kelakuannya sehari-hari," kata Nono.
Rekomendasi lainnya, Komite meminta agar administrasi KPK lebih ditertibkan. Sebab Komite menemukan administrasi persuratan di KPK tidak cukup rapi. "Ada surat-surat yang dilaporkan seseorang, ketika ditanya, mana suratnya? (Jawabnya) hilang," kata Nono lagi.
Nono mengatakan, Komite Etik juga melihat Komisi Antikorupsi dalam melindungi dirinya hanya berlandaskan pada Undang-undang KPK. Padahal, kata dia, seharusnya ada beberapa UU yang menjadi landasan, termasuk Undang-undang Dasar 1945. Dan landasan itu harus dibuatkan referensi di dalam aturan di KPK. "Ini seharusnya ada referensinya di dalam KPK, tapi nggak ada tuh. Ini salah satu rekomendasi itu," ujarnya.
Komite juga merekomendasikan agar ada butir penjelasan pasal demi pasal secara utuh dalam aturan kode etik KPK. "Juga mengenai kode etik perilaku, seharusnya itu ada penjelasannya satu persatu," katanya
Direkomendasikan juga oleh Komite Etik agar KPK membentuk Dewan yang ahli soal etika. Dewan itu, katanya, akan berfungsi memberikan pertimbangan dan nasihat kepada pemimpin dan pegawai KPK ketika hendak menghadiri undangan pada situasi tertentu. "Kalau situasi begini, apa saya datang atau tidak? Ini ditanya ke Dewan itu."
Nasihat-nasihat itu juga diusulkan oleh Komite agar disusun rapi dan dijadikan sebagai penjelasan tambahan atas perilaku-perilaku yang konkret di bidang perilaku.
Rekomendasi Komite Etik selanjutnya, menginginkan ada satu tim KPK yang merespons setiap informasi dan opini yang muncul di masyarakat. "Tim ini bisa menanggapinya secara terukur dan tepat, jangan dibiarkan menggelinding walaupun itu belum tentu kebenarannya," kata Nono.
Komite pun mengharapkan agar KPK senantiasa menggelar pertemuan dan diskusi secara berkala dengan lembaga pegiat antikorupsi dan tokoh masyarakat. "Kalau saya secara pribadi, perlu juga ada satu tim riset di bidang hukum. Tujuannya, bagaimana memperkuat KPK lebih kuat dari sekarang," katanya.
Adapun rekomendasi eksternal yang disampaikan oleh Ahmad Syafii Ma'arif, anggota Komite Etik lainnya. Dia mengatakan, Komite mengajak masyarakat bersama-sama memberangus korupsi. "Mengapa terjadi korupsi, karena adanya dorongan. Pertama karena dorongan hidup. Kedua orang yang rakus," kata Syafii Ma'arif.
Rekomendasi itu disimpulkan oleh Komite setelah melakukan pemeriksaan selama dua bulan terhadap empat pemimpin KPK, 14 pegawai KPK dan 17 orang dari orang luar lembaga ini. Empat pemimpin KPK itu adalah Busyro Muqoddas (ketua), M Jasin, Chandra M Hamzah dan Haryono Umar.
Dari internal di antaranya, mantan Deputi Penindakan Ade Raharja, Sekjen KPK Bambang Praptono Sunu dan Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Adapun dari eksternal seperti Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Wakil Sekjen Demokrat Saan Mustopa dan Ketua Komisi Hukum DPR Benny Kabur Harman.
Komite juga telah meminta keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Nazar merupakan orang yang pertama melontarkan tudingan para pemimpin KPK melanggar etika sehingga dibentuk Komite Etik. Namun segala tuduhan Nazar itu tidak semuanya terbukti benar.
Dari berbagai tuduhan Nazar itu, Komite Etik hanya membenarkan adanya pertemuan antara Nazar dan Chandra sebanyak empat kali, dan sekali pertemuan antara Nazar dengan Haryono dan Bambang. "Penerimaan uang yang tidak terbukti," kata anggota Komite Bibit Samad Rianto yang juga pemimpin KPK.
RUSMAN PARAQBUEQ