TEMPO Interaktif, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi atau nota keberatan mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eddie Widiono. "Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum tidak dapat diterima, menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan perkara dan mengadili terdakwa," kata Ketua Majelis Hakim Tjokorda Rae Suamba di Pengadilan, Selasa, 13 September 2011.
Eddie didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek Costumer Information System Rencana Induk Sistem Informasi (CIS RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) dan Tangerang tahun 2004-2006. Menurut jaksa, Eddie melakukan korupsi karena memerintahkan penunjukan langsung kepada PT Netway sebagai kontraktor proyek, serta memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan negara Rp 46,1 miliar.
Perbuatan korupsi dilakukan Eddie, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan eks General Manager PLN Disjaya Tangerang Margo Santoso, Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar, serta Direktur Utama PT Netway Utama Gani Abdul Gani. Eddie disebut jaksa memperkaya diri sendiri Rp 2 miliar dan memperkaya Margo Rp 1 miliar, Fahmi Rp 1 miliar, dan Gani Rp 42,1 miliar.
Hakim dalam putusan selanya menilai keberatan terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum untuk Eddie sudah memadai dan sudah cermat. Surat dakwaan tersebut di antaranya sudah memenuhi syarat materiil yang memberi gambaran bulat dan utuh tentang tindak pidana yang dilakukan.
"Dakwaan sudah mencantumkan siapa yang melakukan tindak pidana, di mana tindak pidana dilakukan, bilamana pidana dilakukan, kapan tindak pidana dilakukan, bagaimana tindak pidana dilakukan, akibat yang ditimbulkan, dan apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan," papar Tjokorda.
Menurut hakim, sejumlah keberatan tim penasihat hukum tidak cukup beralasan dan sudah masuk ke pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan. Keberatan pertama yang ditolak adalah mengenai status Eddie dalam surat dakwaan yang sudah dianggap terdakwa, padahal seharusnya masih tersangka. Hakim menilai surat dakwaan itu tidak cacat hukum. "Tidak cukup beralasan secara hukum dan karenanya tidak dapat diterima," ujarnya.
Hakim juga menolak keberatan terdakwa mengenai surat kerja sama CIS RISI antara PLN dengan PT Netway. Dalam eksepsinya, kuasa hukum Eddie menyatakan surat kerja sama CIS RISI bersifat sah dan mengikat, sementara dakwaan tidak menyebut perjanjian itu melawan hukum. Menurut hakim, keberatan itu sudah masuk lingkup perkara yang masih harus dibuktikan di persidangan.
Keberatan lain yang ditolak hakim karena alasan sudah masuk pokok perkara adalah perbuatan yang didakwakan kepada Eddie dinilai sebagai perbuatan orang lain, tidak dicantumkannya Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta tidak cermatnya dakwaan primer.
Adapun keberatan penasihat hukum mengenai penetapan tersangka Eddie yang dilakukan sebelum kerugian negara atas kasus tersebut dihitung disebut hakim tidak melanggar asas legalitas. "Sikap penasihat hukum tidak relevan karena ada undang-undang yang menyatakan penetapan tersangka bisa dilakukan dengan alat bukti yang cukup."
Sebelum sidang ditutup, jaksa penuntut umum Risma mengatakan pihaknya akan menghadirkan sekitar tiga saksi pada persidangan berikutnya. Sedangkan dari pihak kuasa hukum, Rudjito, mengajukan permohonan pada hakim agar sidang berikutnya digelar Rabu atau Kamis. Namun permohonan itu ditolak hakim. "Pada Senin pekan depan sidang kami penuh. Rabu juga demikian. Maka sidang ditunda pada Selasa, 20 September 2011, pukul 09.00, dengan perintah pada penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa dan saksi-saksi," ujar Tjokorda.
ISMA SAVITRI