TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Yudisial pekan lalu telah memberikan sanksi putusan kode etik kepada hakim yang menangani kasus Antasari Azhar. Ketiga hakim yang menjatuhkan vonis ke Antasari itu dilarang memimpin sidang selama enam bulan.
Namun, atas putusan itu Mahkamah Agung menyatakan belum akan menggelar Majelis Kehormatan Hakim untuk menjatuhkan sanksi. “Kami menilai dulu hasil rekomendasi putusannya,” ujar juru bicara MA Hatta Ali saat dihubungi, Jumat, 19 Agustus 2011.
Menurut Hatta, sampai Kamis kemarin pihaknya belum menerima surat rekomendasi tersebut. Apabila surat telah di tangan, katanya, MA akan terlebih dulu menggelar rapat pimpinan. “Untuk dibaca dan dipelajari dulu,” katanya.
Juru bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar mengatakan putusan Komisi memang tidak bersifat mengikat. Eksekusi putusan itu nantinya akan sepenuhnya menjadi kewenangan MA.
Adapun jika MA tidak menindaklanjuti putusan itu, kata Asep, “Tidak ada prosedur lain yang bisa dilakukan KY. Jadi harapan kami supaya MA kooperatif dan bisa menindaklanjuti rekomendasi kami.”
Sebelumnya Komisi Yudisial menjatuhkan sanksi larangan bersidang atau nonpalu selama enam bulan terhadap majelis hakim yang menangani kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu adalah Herri Swantoro sebagai ketua majelis, serta Nugroho Setiadji dan Prasetyo Ibnu Asmara sebagai hakim anggota.
Rekomendasi sanksi itu sebagai tindak lanjut laporan pihak Antasari mengenai dugaan pelanggaran majelis hakim dalam memutus perkara pembunuhan Nasruddin. Antasari dijatuhi hukuman 18 tahun penjara lantaran diduga turut serta menganjurkan pembunuhan Nasruddin. Putusan ini dikuatkan sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Pihak Antasari menganggap hakim mengabaikan sejumlah fakta dalam persidangan. Salah satunya keterangan ahli teknologi informasi yang menyatakan tidak menemukan bukti adanya pesan pendek ancaman dari Antasari ke korban. Antasari berkukuh pesan itu tidak pernah ada.
Fakta persidangan lain mengenai barang bukti senjata api dan peluru. Keterangan ahli senjata yang menyebutkan dua peluru 9 milimeter yang ditemukan di kepala korban tidak cocok dengan barang bukti senjata api, yaitu revolver kaliber 0,38 tipe S&W. Mereka menyebut peluru itu untuk senjata api jenis FN.
RIRIN AGUSTIA