TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari membantah tujuan survei "rindu Soeharto" yang dilakukan lembaganya bertujuan untuk menyatakan keinginan masyarakat untuk kembali ke masa orde baru. "Tujuannya untuk membandingkan kondisi sekarang setelah reformasi dengan masa lalu," kata Qodari dalam diskusi bertajuk "HAM: Lebih Baik Masa Soeharto atau SBY?" di kantor Kontras, Jakarta, Jumat 20 Mei 2011.
Menurut Qodari, survei tersebut sebenarnya untuk mengevaluasi keberhasilan reformasi yang sudah berjalan selama 13 tahun. Indo Barometer mensurvei dari hal yang sangat sederhana, misalnya definisi reformasi hingga yang kompleks seperti tuntutan reformasi. "Saya ingin garis bawahi, ini ukurannya capaian reformasi menurut publik. Puas atau tidak, kondisi sekarang lebih baik, sama atau lebih buruk dimasa lampau," kata dia.
Menurut Qodari, survei publik berbeda dengan fakta. Survei adalah persepsi atau pendapat publik tentang sesuatu. Tentu saja persepsi masyarakat ini kadang-kadang sama tetapi juga bisa berbeda dengan elit pemerintahan. "Sebetulnya ini kritik masyarakat sekarang, puas atau tidak puas terhadap reformasi. Hasil yang menunjukkan capaiannya terbatas itu artinya PR masih panjang," kata dia.
Indo Barometer merilis hasil penelitiannya di Jakarta, Minggu 15 Mei 2011 lalu. Survei ini, menurut M. Qodari, adalah salah satu bagian dari hasil survei tingkat nasional bertajuk Evaluasi 13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY- Boediono yang digelar 25 April - 4 Mei 2011. Hasil survei itu, "Soeharto masih menempati urutan pertama sebagai presiden yang paling disukai publik" kata Qodari.
Survei melibatkan 1.200 orang, dan 36,54 persen responden dari seluruh Indonesia itu memilih Soeharto. Di bawah Soeharto barulah Susilo Bambang Yudhoyono yaitu 20,9 persen. Berturut kemudian, Presiden Soekarno dengan 9,8 persen, Presiden Megawati dengan 9,2 persen, B.J. Habibie dengan 4,4 persen dan mendiang Abdurrahman Wahid dengan 4,4 persen.
MUNAWWAROH | FEBRIYAN